KETHOPRAK
Kethoprak merupakan drama tari atau teater rakyat yang menggunakan media bahasa Jawa dengan ciri khas kenthongan sebagai pemandu iringan. Disebut drama tari karena pada awal perkembangannya pertunjukkan drama kethoprak menggunakan joged improfisasi. Kata kethoprak menurut Kuswaji Kawindra Susanto dalam Lokakarya tanggal 7-9 Febuari 1974 di Yogyakarta Kethoprak berasal dari kata Prak yang berasal dari bunyian Thiprak. Menurut Ki Siswondo H.S. pimpinan grup kethoprak Siswobudaya, kata kethoprak berasal dari kata keciprak yang artinya suara air yang ditepuk dengan tangan. Ranggawarsita dalam Serat Pustakaraja Purwa Jilid 2, kethoprak adalah nama lain dari kata kothekan atau menabuh lesung pada sebagian masyarakat Jawa ketika terjadi bulan gerhana. Maksud dan tujuan menabuh lesung ini adalah untuk menghalau raksasa yang hendak menelan rembulan.
A. SEJARAH DAN PERKEMBANGAN KETHOPRAK
Hingga saat ini belum ada ahli yang menyatakan periodesasi perkembangan seni kethoprak secara tepat dan tegas. Oleh karena itu dalam tulisan ini akan kami paparkan beberapa catatan perkembangan seni kethoprak yang berhasil kami temukan.
1. Kethoprak lesung
Kethoprak lesung merupakan jenis kethoprak pada awal perkembangan seni kethoprak yang berhasil dicatat oleh para ahli. Kethoprak lesung adalah kethoprak yang menggunakan lesung sebagai iringannya. Jenis kethoprak ini berkembang sekitar akhir tahun 1800 sampai awal tahun 1900 (1887-1925).
Pada awal perkembangannya, seni kethoprak lesung berfungsi sebagai media hiburan yang syarat dengan makna religius. Hal ini terlihat pada pertunjukan kethoprak dalam acara ucapan syukur kepada penguasa alam dengan menabuh lesung atau kothekan. Pertunjukan drama dengan menabuh lesung pada jaman dulu dipercaya mampu mengundang dewi Sri sebagai dewi Kesuburan supaya turun ke bumi.
Adapun ciri-ciri kethoprak lesung adalah :
a. Cerita kethoprak disesuaikan dengan konsep mitologis orang Jawa yaitu tentang petani yang memerangi hama. Petani digambarkan sebagai kesatria dan hama sebagai si jahat / raksasa. Dalam cerita ini si raksasa selalu dapat dikalahkan dan dibasmi oleh Kesatria.
b. Musik pengiring yang digunakan adalah lesung dan nyanyian.
c. Pemain laki-laki semua.
d. Kostum ala kadarnya dan sangat sederhana.
e. Bentuk pertunjukkannya dengan menari (improfisasi).
2. Kethoprak Peralihan
Kethoprak peralihan hidup dan berkembang sekitar tahun 1925 sampai dengan tahun 1927 dengan ciri-ciri :
a. Iringan menggunakan lesung ditambah terbang, rebana, dan suling.
b. Pemain laki-laki semua.
c. Kostum ala kadarnya dan sangat sederhana.
d. Bentuk pertunjukan dengan menari (improfisasi).
e. Sudah mulai memakai riasan wajah.
Ada pendapat lain mengenai perkembangan seni kethoprak. Pendapat tersebut menyatakan bahwa kethoprak lahir di Surakarta pada tahun 1900. Pada saat itu yang membina dan menghidupkan kethoprak adalah R.M. Tmg. Wreksodiningrat. Tahun 1908 R.M.Tmg. Wreksadiningrat mengadakan pertunjukan kethoprak dengan iringan lesung, alu, kendang, terbang, seruling dengan pemain Ki Wisangkara, Mbok Gendra / Ny. Badhor. Ciri-ciri kethoprak pimpinan R.M.Tmg. Wreksadiningrat adalah :
- Tembang atau lagu gendhing menggunakan lagu Mego Mendhung, Kupu tarung dilanjutkan lagu Srimbat-mbat, Simah-simah, Bluluk tiba dan Randha Ngangsu.
- Wujud dialognya menggunakan tembang dan percakapan sehari-hari.
- Ceritanya sangat sederhana.
- Iringan menggunakan lesung, alu, kendang, terbang, seruling.
Pada tanggal 5 Januari 1909 ketika perkawinan Sri Pakualam VII dengan Kanjeng Putri Retno Puwasa putra kanjeng PB 10, keraton Surakarta mengadakan pertunjukan kethoprak dengan sangat mewah dan glamour. Setelah kejadian tersebut seni kethoprak sering digelar di dalam keraton.
Pada tahun 1924 Ki Wisangkara abdi dalem kraton Surakarta mendirikan Grup Sambeng. Untuk kelangsungan hidup pemain kethoprak, pada tahun ini Ki Wisangkara menjual karcis pentas di Madyataman dengan pemain Jaya Truna Rese.
Pada tahun ini pula, Ki Wisangkara menerima perintah dari P. Prangwadana untuk menebang pohon nangka di pelataran dalem Prang Wadanan untuk dibuat lesung. Sebelum menebang pohon nangka, Ki Wisangkara berpuasa 40 hari. Setelah ditebang batang pohon nangka kemudian dibuat lesung. Lesung tersebut kemudian diberi nama Kyai Wreksotomo. Pada tahun 1925-an lesung Kyai Wreksotomo digunakan untuk mengiringi kethoprak.
Perkembangan selanjutnya kethoprak mulai masuk ke Yogyakarta pertama kali di kampung Demangan. Kethoprak dari Surakarta selanjutnya berkembang pesat di Yogyakarta, sedang di Surakarta sendiri kuantitasnya mulai menurun dan meredup.
3. Kethoprak Gamelan
Kethoprak gamelan dimulai tahun pada 1927. Kethoprak gamelan adalah kethoprak yang menggunakan gamelan lengkap sebagai iringannya. Kethoprak gamelan mula-mula hanya dipentaskan di pendhopo rumah sehingga sering disebut dengan istilah kethoprak pendhapan.
Pertunjukan kethoprak pendhapan ini kemudian dilakukan di luar pendhapa rumah. Pertunjukkan kethoprak gamelan yang berada di luar pendhapa kemudian ditiru kelompok-kelompok kethoprak yang berkembang saat itu. Pada mulanya kethoprak gamelan masih menggunakan lesung sebagai pelengkap iringan, tetapi lama-kelamaan lesung ditinggalkan dan hanya menggunakan gamelan saja. Adapun catatan mengenai perkembangan kethoprak gamelan yang berhasil penulis dapatkan adalah sebagai berikut :
Pada 15 April 1925/1927 lahir grup kethoprak Krido Madya Utomo, pimpinan ki Joyotruno Rese ( Ex pemain Sambeng). Grup ini mengadakan pentas maleman di Klaten dengan biaya dari warga keturunan Cina dari Wedi, Klaten bernama Kwik Cien Bio. Grup ini kemudian pindah ke Prambanan di rumah warga yang bernama R. Gandung Rio Sudibyo Prono, kemudian pindah lagi ke Demangan Jogya. Meskipun hidup dan berkembang pada masa kethoprak gamelan grup kethoprak Krido Madya Utomo masih menggunakan lesung sebagai iringan utamanya. Hal ini menunjukkan bahwa pertunjukan kethoprak lesung masih hidup dan berkembang meskipun bentuk pertunjukan kethoprak pada masa itu sudah berubah menggunakan gamelan.
Tahun 1928, Grup Beksa Langen Wanodya (BLW) yang semula grup wayang wong dari Yogyakarta mendirikan grup kethoprak dengan pimpinan Nyi Kertanaya. Pengaruh grup ini pada perkembangan seni kethoprak adalah pemain kethoprak tidak dimonopoli oleh kaum pria saja, dan masyarakat mulai terbuka terhadap kebebasan gender. Hal ini terbukti pemain grup ini wanita semua. Grup ini pertama kali pentas pada acara sekaten Yogyakarta, selanjutnya pentas di kota-kota besar sepeti Bandung, Jakarta, Semarang, Jambi, Surabaya. Keunikan grup ini adalah menggunakan orkes sebagai iringan.
Tahun 1929 di Yogyakarta berdiri grup kethoprak dengan pemain laki-laki yang bernama Krido Muda / Kertonaden pimpinan Mangun Sarjono dengan dalang Ki Pawirosono. Pengaruh grup ini pada perkembangan seni kethoprak adalah (1) iringan menggunakan gamelan tanpa lesung, (2) cerita mulai berkembang mengambil cerita babad atau dongeng. Grup ini melahirkan pemain-pemain yang melegenda seperti Basiyo dan Cokrojiyo.
Tahan 1930 lahir cerita yang di adaptasikan dari komik Cina yang berjudul Sie Jien Kui. Oleh Cakrajia cerita Sie Jien Kui ini digubah menjadi cerita Jawa yang berjudul Sudiraprana. Pengaruh ide Cakrajia ini adalah para seniman kethoprak mulai membuka diri bagi cerita-cerita dari luar yang kemudian diikuti oleh seniman kethoprak yang lain.
Tahun 1931 lahir grup kethoprak Dagen pimpinan Sosro Ganjur. Perkembangan yang terjadi pada grup ini adalah grup ini mulai memasukkan wanita sebagai pemeran putri dalam pertunjukannya. Terobosan ini kemudian diikuti kelompok kethoprak yang lain, dimana peran putra diperankan kaum wanita dan peran putra diperankan kaum laki-laki.
Tahun 1932 lahir Kethoporak Mardiwandawa, pimpinan Somosilam pentas perdana di wetan beteng Yogyakarta dengan menggunakan peran lampu, dan pernah pentas dengan bahasa melayu. Pengaruh grup ini adalah pertunjukan kethoprak mulai menggunakan tata lampu. Para pemain grup ini adalah mantan pemain Krida Muda.
Tahun 1933 lahir grup Kethoprak Kridhorakarjo pimpinan Cokrojiyo. Keunggulan grup ini adalah sering siaran di RRI Yogyakarta (yang dulu bernama Marvo).
Pada tahun 1938 R. Ripto pimpinan Grup Kethoprak Warga membuat aturan kethoprak (1) tidak perlu menari, (2) tembang hanya bila diperlukan seperti bage binage/gandrung, (3) menggunakan alat keprak. Mulai saat itu bentuk kethoprak bukan lagi drama tari melainkan saandiwara kethoprak. Pada tahun itu lahir kethoprak Tri Mudhatomo pimpinan Basiyo.
Tahun 1960 lahir kethoprak Irama Mas pimpinan Sunardi, Weringin Dahono Pimpinan Atmonadi, Budi Raharjo pimpinan Misan. Tahun 1971 lahir kethoprak Sapta Mandala Kodam VII Diponegoro inisiatif Bg Kusudiharjo, Hanung Kussudyasana, Widayat Marsidah, Ign Wahana, Siswo Budaya Jawa Timur, Wahyu Budoyo, THR Sasana suka kodya Yogyakartaa Sunar Mataram, Warga Mulya, Padmonobo. Di Surakarta Kethoprak RRI Surakarta dan Balekambang