SENI TEATER
Persoalan
seni adalah persoalan nilai-nilai manusia, demikian seni teater juga
berbicara tentang manusia dan nilai-nilainya, tentang segala sesuatu
persoalan dan pandangan hidup yang dimanusiakan. Dalam teater banyak
orang yang terlibat dimana seluruhnya memiliki kepentingan dan tanggung
jawab yang sama. Suatu kolektivitas yang memiliki korelasi positif dalam
pembangunan solidarotas, kegotong-royongan dan pemikiran.
Seni
Teater sebagai produk merupakan sebuah proses penciptaan dari seni
drama ke dalam seni Pertunjukan atau dapat disingkat “proses teater”.
Sebuah proses teater keberadaanya mengacu pada “formula dramaturgi”.
Istilah “dramaturgi” itu sendiri dipungut dari bahasa belanda “dramaturgie” berarti ajaran tentang seni drama (keer van de dramatische kunst) atau dari bahasa Inggris “dramaturgy” berarti seni atau teknik penulisan drama dan penyajiannya dalam bentuk teater. Secara singkat bisa disebut “seni teater” (the art of the theatre).
Dalam glosari, menyebutkan bahwa dramaturgi adalah koposisi dramatik
yaitu teknikal yang digunakan dalam penulisan unsur bunyi dan unsur
acting (penjiwaan) atau gerak merupakan unsur penting di antara
unsur-unsur penting lainnya dalam drama. Yang dimaksud rumusan atau
formula dramaturgi’ di atas merupakan proses yang meliputi 4M yaitu (1) Mengkhayal (dalam bentuk ide), (2) Mencipta atau menuliskan (dalam bentuk script teks dramatik atau naskah lakon; (3) Mempertunjukan dan (4) Menyaksikan (bisa dalam bentuk komentar, ulasan, resensi, kritik, kajian atau penelitian).
Untuk
mempermudah kita mempelajari tentang seni teater sebaiknya kita
sepakati bahwa kata drama digunakan dalam konteks sastra sebagai
naskah/lakon ceritanya. Istilah teater sebagai bentuk kegiatan yang
bertalian dengan pelatihan, pendidikan dan pengolahan drama dan
pementasannya sehingga teater dapat berarti proses pementasan drama.
A. SEJARAH DAN PERKEMBANGAN TEATER
Istiah
teater, drama, dan sandiwara memiliki ciri khusus dan perkembangan yang
berbeda seiring dengan perubahan jamannya. Kata drama diturunkan dari
kata dromain (bha. Yunani) yang berarti sebagai kejadian, risalah, karangan yang dipertunjukan memakai mimik (Aeschylus + 525-456
SM). Dalam perkembangannya drama memiliki ciri khas sendiri sebagai
bagian dari seni sastra karena merujuk pada isi ceritanya (drama
keluarga, drama percintaan, drama tragedi, drama perjuangan dll).
Istilah drama harus memiliki 3 aspek yaitu :
1. Aspek kesatuan (ruang, waktu, dan peristiwa)
2. Aspek penghemat (waktu, dialog, dan gerak)
3. Aspek Psikis (karakterisasi, penjiwaan).
Drama
memperjuangkan nilai-nilai kemanusiaan serta permasalahan kemanusiaan,
aspek kejiwaan, sosial, agama, politik, HAM merupakan esensi dari drama.
Kata teater berasal dari kata theatron yang
berari memandang dengan takjub. Semasa plato (428-348) mengacu pada
istilah gedung pertunjukan semasa Herodotus (490-348 SM) atau mengacu
pada bentuk auditorium publik. Dalam perjanjian lama istilah teater
mengacu pada bentuk karangan tonil. Pada perkembangan selanjutnya
istilah Teater menjadi sebuah kelompok kolektif (organisasi) yang
melakukan pertunjukan drama dengan konsep modern yang lebih padat.
Teater adalah cabang seni yang berbicara tentang kemanusiaan dan yang
dimanusiakan yang dikembangkan dalam klektivitas pelaku teater.
Sedangkan istilah sandiwara berasal dari Indonesia, menurut PKG Mangkunegara VII (1885-1944) berasal dari kata sandhi dan warah, sandhi berarti symbol rahasia, makna dibalik itu, sedangkan warah adalah
ajaran/pendidikan. Kata sandiwara di daerah Jawa dinggunakan untuk
merujuk pada kegiatan seni pementasan terutama kethoprak. Di Indonesia
perkembangan seni teater/drama/cerita terbagi atas sejarah kebudayaan
yaitu :
1. Prasejarah
Teatertikan.drama/sandiwara
belum dikenal atau karena tidak ada bukti tertulis sehingga sulit
diidentifikasikan. Sebagai bentuk seni pertunjukan sastra sangat tidak
mungkin secara logika pada masa prasejarah ada, karena belum dikenalnya
bentuk tulisan, akan tetapi gerak tari yang mengandung suatu cerita itu
sudah merupakan bentu teater. Keyakinan yang dianut adalah animistik dan
dinamistik. Bentuk teaterikal dari pemujaan seudah banyak diadakan pada
masa itu, persembahan korban berupa manusia padasuku bangsa Maya/Aztek,
ritual ruwatan di Jawa
2. Hindu-Budha
Masuknya
pengaruh dari budaya tulis dan terbukanya perdagangan di seluruh
Nusantara membari ruang khusus bagi perkembangan sastra pada masa ini.
Cerita yang dibawakan berasal dari India, Cina, Timur Tengah, Jataka
(kehidupan Budha), Fabel ( cerita binatang, Mite (legenda mengenai
makhluk supranatural). Bukti tertua ditemukan di Jawa Barat berupa
prasasti tentang pertunjukan drama pada upacara peresmian bangunan
irigasi pada abad ke 4 yang merupakan pemujaan Syiwa. Perkembangan
teater/drama dari karya sastra pada masa ini sangat banyak ditemukannya
lebih dari 100 naskah baik tertiulis pada parasasti batu maupun daun
Lontar. Dokumen karya sastra yang terbanyak berasal dari Bali. Pembagian
periode sastra/drama ini ada 4 masa yaitu : masa mataram (abad 9),
Kadiri (abad 12), Majapahit I (abad 14), Majapahit II (abad 16).
Sebagian besar berupa puisi (kidung, tembang, macapat), Prosa
(gancaran), kitab wiracarita (kakawin Ramayana dan Mahabarata) sejarah
(negarakertagama dan Pararaton).
3. Islam
Sebenarnya
dilarang juga seni pertunjukan. Karya sastra suluk yang merupakan
cerita mitologi bernafaskan Islam, cerita Amis Hamsyah, cerita Menak,
mitos Islam juga memberi pengaruh terhadap karya Bentaljemur
Adamakna,Mujabaarat, Kalacakra yang berisi ayat-ayat Al Quran.
4. Modern
Munsulnya
pengaruh kolonialisme dari bangsa portuh\gis dan Belanda meberi wacana
baru bagi dunia pertunjukan. Akhir abad XIX sebagai konsekuensi logis
dari situasi politik, muncuknya sistem perekonomian pusat adsministrasi
dan pemerintahan menimbulkan kota-kota ekonomi maka berpengaruh pula
terhadap seni pertunjukan yang berbasis komersial. Keinginan kembali
pada Akulturasi Pra Hindu (animisme-dinamisme), Hindu-Budha (Kejawen)
sangat kuat.
B. FUNGSI TEATER
Teater
memilki fungsi ritual (religio), sosial (kolektifitas), pendidikan
(esensi) dan hiburan (entertinment). Untuk mencapai fungsi tersebut
harus memiliki kriteria :
1. Estetika;
memiliki unsur keindahan baik berupa materiil maupun non materiil yang
terdapat pada objek atau subjek atau yang bersifat nilai.
2. Etika; membimbing manusia menuju peradaban/kebudayaan yang lebih baik
3. Edukatif; memiliki tujuan menuntun manusia pada arah kemajuan jasmani, rohani dan intelektual.
4. Konsultatif; memilik unsur penerangan mengenai kondisi dan pemecahan persoalan yang ada di masyarakat.
5. Kreatif; memiliki bentuk sajian gagasan (ide) yang orisinil sehingga menarik.
6. Rekreatif, memilik unsur hiburan sehat bagi jiwa penikmatnya.
Melihat
betapa ketatnya cerita fungsi teater dan unsurnya sehingga karya seni
teater dituntut selalu mengacu pada kehidupan manusia dan kemanusiaannya
(sumber, aspek, isi) yang membawa perenuangan untuk menjembatani dan
memperbaiki keseimbangan kehidupan manusia dan lingkungannya (Tuhan,
alam sosial, budaya, politik, ekonomi) sehingga dapat disimpulkan bahwa
fungsi seni teater untuk mendidik manusia agar menjadi manusia yang
memiliki sikap moral, intelektual yang baik sesuai kaidah, norma dan
sistem nilai tertentu.
C. BENTUK DAN JENIS TEATER
1. Tradisional
Teater
daerah atau teater tradisional lebih diasumsikan pada sandiwara.
Memiliki ciri-ciri identitas dan konvensi kedaerahan (bahasa, iringan,
cerita).
a. Teater tradisional Klasik.
Hidup tumbuh dan berkembang di lingkungan Keraton, sejak sistem monarki
(eksklusiv) terbentuk sekitar abad ke 4 M sehingga memiliki
aturan-aturan baku yang harus dianut (pakem) baik itu bahasa, gerak, aturan adegannya, dan waktu pementasanya. Sehingga aturan-aturan yang ada tidak boleh dilanggar (pamali).
Cerita bersumber dari kitab/serat/ajaran tertentu yang tertulis
mengenai pemujaan, kepahlawanan dan hubungan antar keraton. Memiliki
makna pendidikan dan pemujaan/ritual. Tempat pertunjukannya khusus
(tertutup). Contohnya teater tradisional klasik antara lain : wayang
uwong, langendriyam, tari topeng, tari Wireng, tari Bedhaya.
b. Tari tradisional rakyat.
Hidup, tumbuh dan berkembang di luar tembok keraton, berkembang pada
masyarakat biasa dengan konvensi kedaerahan yang kental dengan
improvisasi dan terkadang seadanya dan penggarapannya tidak serius.
Cerita bersumber dari babad, legenda, mitologi, atau kehidupan
sehari-hari tidak menggunakan naskah lakon tertulis, gerakan dan
bahasanya bersifat improfisasi/spontan tidak teratur digarap berdasarkan
konvensi, gaya dan bentuk bentuk tradisional. Berfungsi sebagai media
hiburan/sindiran terhadap suatu peristiwa atau bahkan kekuasaan keraton.
Tempat pertunjukannya arena terbuka. Beberapa contoh jenis teater
tradisional Indonesia adalah Bangsawan (Sumatra Utara, Randai (Sumatra
Barat); Demuluk (Sumatera Selatan), Makyong Mendu (Riau, Kalimantan
Barat); Mamanda (Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur); Ubrug, Longser,
Bonjet (Jawa Barat); Lenong Topeng, Blantik (Batawi); Mansres
(Indramayu); Sintren (Cirebon); Kethooprak (Yogakarta, Jawa Tengah, Jawa
Timur), Wayang (Kulit atau Purwa, Orang Topeng, Golek, Gedog Wahyu,
Suluh, Warta dll yang tersebar di seluruh pulau Jawa), Dadung Awuk
(Yogyakarta), Kuda Lumping(Yogya, Solo, Jawa Tengah, Ponorogo, Jawa
Timur); Srandhul (Jawa Tengah, Jawa Timur), Ludrug, Kentrungan (Jawa
Timur) dll.
2. Modern
Teater
modern diasumsikan sebagai pengadopsian teater Barat (Opera) karena
memang terpengaruh dan tumbuh berkembang dari dan sejak zaman Hindia
Belanda. Pengadopsian ini pada awalnya berkembang dengan mementaskan
karya drama klasik barat (karya: W. Shakespeare, Jan Fabricius, Henri
Broongest) sehingga muncul kelompok teater amatiran di seluruh
Nusantara. Roh teater modern adalah universalisasi disegala aspeknya
(cerita, bahasa, setting, panggung prosenium, pola cerita, pencahayaan),
naskah tertulis dengan kara-kata mini atau sketsa, yang biasa disebut
teater mini kata atau teater primitif. Management pertunjukan sudah
dibuat secara tegas dan jelas (profesional), sutradara memiliki
kebebasan pengembangan dalam segala aspek dramatisasi.
Gaya
teater modern Barat diterapkan pertama kali diterapkan oleh kelompok
teater modern Indonesia (“Tjahaja Timoer, Oroen dan Opera Dardanella).
Cerita yang diangkat sudah bergeser dari gaya mitologi menjadi gaya
realis. Usmar Ismail dkk meluncurkan karya ‘sandiwara penggemar maya’
sebagai tonggak teater modern di Indonesia. Dengan konsep pengaruh dari
teater barat. Kemudian muncul ASDRAFI (Akademi Seni Drama dan Film
Indonesia) dan kemudian ATNI (Akademi Teater Nasional Indonesia) dari
kedua lembaga pendidikan inilah lahir seniman dan artis/aktor teater di
Indonesia yang mengusung gaya-gaya pementasannya sendiri-sendiri. Karena
berkiblat pada gaya barat.
D. ALIRAN-ALIRAN TEATER
Teater
modern terbagi dalam aliran-aliran. Aliran tersebut dipengaruhi oleh
perkembangan kebudayaan arus pemikiran manusia dan filsafah dan sastra
antara lain :
a. Klasisme, tema
dan pertunjukan tentang kebaikan dan kesempurnaan dewa-dewa, tema
ceritanya bersumber dari Mitologi, kebaikan melawan kejahatan dimana
yang baik selalu menang. Tokohnyanya terkesan sempurna, cantik, perkasa
dengan properti yang mewah.
b. Neoklasisme,
pergeseran dari aliran klasis dan mengangkat tema pertunjukan tentang
hakikat kemanusiaan dan manusia itu sendiri (proses menuju alam pikir
filsafat), dimana menusia menempatkan diri sebagai penguasa dunia,
pengaruh mitologi hanya sedikit.
c. Romantik,
bentuk dan tema ceritanya mulai menekankan pada analisis rasional dalam
memahami kehidupan manusia. Semakin manusia lepas dari pengaruh
mitologi, manusia semakin menemui masalah yang kompleks.
d. Realisme,
mengetengahkan tema tentang kehidupan manusia secara realistis dan
objektif sehingga sisi buruk karakter manusia dan kondisi real keburukan
sebuah sistem dan budaya sering diungkapkan tanpa malu-malu. Manusia
dalam hal ini berpijak pada pemikiran bahwa keberadaan manusia
ditentukan oleh keturunan dan lingkungannya, bukan oleh kekuatan di luar
dirinya. Tokohnya adalah Chekov (Gaya realisme Sosial), Nikolai Gogol
dan W.S Rendra.
e. Naturalisme;
mengangkat sisi ekstrim kebobrokan manusia dari kalangan bawah dan
secara terbuka atau terang-terangan melakukan kritikan pedas terhadap
pengaruh negatif kekuasaan yang bersifat vulgar dan kotor.
f. Simbolisme, mengungkapkan nilai-nilai kehidupan melalui tanda-tanda yang berlaku.
g. Ekspresionisisme, penentangan terhadap realisme yang mendukung simbolisme emosional.
h. Absurdisme,
yang berarti irasional menyimpang dari logika yang didasari pandangan
bahwa dunia ini sepenuhnya netral, tidak memiliki dasar pijakan yang
kuat, kebenaran menjadi sesuatu yang chaos, tak terukur dan tak ada
kebenaran obbyektif. Kebenaran hanya dapat dicapai melalui pengamatan
indrawi, moral atau tidak bermoral selama hanya bersifat konvensi bukan
kebernaran objektif. Gaya ini kadang bercampur dengan gaya realis
ekspresionis, surealis. Tokohnya : Jean Paul Satre, Albert Camaus,
Samuel Backet. Jika di Indonesia diwakili Putu Wijaya
i. Surealisme memandang kehidupan dan manusia ini secara sinis.
j. Eksistensialisme yang mempersoalkan keberadaan manusia yang hidup tanpa tujuan.
E. UNSUR-UNSUR TEATER
Pementasan
drama atau teater sebagai suatu kegiatan kesenian pertunjukan
mengandung unsur-unsur yang masing-masing memiliki kriteria yang harus
dipenuhi antara lain :
1. Lakon Drama
Reportoar/skrip naskah harus mengandung atau memuat :
a. Premise/tema :
landasan intisari yang menentukan arah dan tujuan cerita. Juga
merupakan kerangka dasar pengembangan cerita sehingga memiliki isi yang
esensial. Tema adalah konflik atau permasalahan yang akan disajikan. Ada
beberapa kategori tema yaitu (1) perjuangan (mengenai nasionalisme,
pembebasan diri dari ikatan penjajah, kebangkitan kesadaran untuk
merdeka). (2) Sosial manusia (kemiskinan, pelacuran, korupsi, kecurangn,
politik, penyimpangan kaidah-kadiah hidup, kejahatan dan masalah moral
kebersamaan) (3) Cinta (Dalam arti kata luas, cinta kasih, nafsu, cinta
sejati) (4) Kejiwaan (Perlakuan menyimpang, kondisi mental, skeptis dan
apatis) (5) Keagamaan (sarana dakwah, penyadaran terhadap kewajiban
moral agama) (6) Metafisik (hubungan nasib manusia dengan Tuhannya) (7)
Budaya (perkembangan zaman), (8) Kesejarahan yang dapat diceritakan
melalui janilan kisah aksi, tragedi, komedi dan histori.
b. Plot/Alur Cerita:
drama sebagai roh dari teater merupakan unsur penting yang harus
diperhatikan yaitu tema dan plot atau alur cerita. Plot atau alur cerita
adalah muncul, berkembangnya dan penyelesaian suatu konflik (masalah).
Karena drama selalu bicara tentang perbenturan dua atau lebih perbedaan
yang saling berlawanan sehingga memunculkan deretan peristiwa.
Setidaknya ada tiga teori mengenai plot/pola alur cerita yang
didefinisikan sebagai dramatic line atau garis dramatik yaitu :
(1) Menurut Aristoteles dalam hukum komposisi drama mengemukakan bahwa garis laku/lakon yang pertama : protasis: permulaan yang menjelaskan motif lakon, Epitasi : jalinan kejadian, catasis : puncak laku dan castastrophe : penutup.
(2) Menurut W. H. Hudson pola drama berkembang dan tersusun dari dramatilicline yang dimulai dengan insiden : kejadian mula yang memunculkan konflik, rising actioin : pertumbuhan konflik yang kompleks, klimaks : titik jenuh maksimal perkembangan konflik, antiklimaks : pencarian jalan keluar pemecahan konflik, falling action : ditemukannya dan dijalankannya proses pemecahan konflik, katastrope : keputusan akhir dalam menyelesaikan konflik.
(3) Menurut Gustav Freytag (1819) yang pertama Eksposisi : penjelasan posisi dalam suatu konflik, Rissing Action, Klimaks, Resolution : keputusan dan heppy endding : kemenangan, atau denuomen : komedi.
c. Propsosisi :
langkah-langkah cerita yang bersumber pada pelaku utama, peristiwa yang
ada di dalamnya harus tersusun menjadi kesatuan yang logis, mengarah
pada penyelesaian konflik; sehingga tidak diperbolehkan ada permasalahan
lain yang tidak ada hubungannya dengan konflik yang dihadapi pelaku
utama.
d. Dialog :
percakapan antara dua orang atau lebih. Dialog merupakan cerminan
terhadap karakter pelaku, gerak laku, perkembangan konflik. Kata-kata
dalam dialog memiliki fungsi untuk melahirkan faktor psikoligis,
pertumbuhan emosi, motif, kemauan, kekusutan yang pada dasarnya
merupakan “the force behind action”.
e. Action dirt :
merupakan perintah laku gerak badaniah atau sering disebut stage
direktion dan penjiwaan (karakterisasi) yang diperoleh dari pemahaman
dialog dimana dialog merupakan penjabaran dari plot.
f. Monolog : percakapan yang dilakukan oleh satu orang meskipun terdiri dari beberapa peran.
g. Solilokui :
pembicaraan seorang pelaku mengenai dirinya sendiri atau situasi yang
sedang berjalan yang memiliki fungsi pemberitahuan kepada penonton apa
yang sedang dialami/terjadi.
h. Aside : komunikasi secara langsung pemeran dengan penonton.
i. Prolog : informasi yang disampaikan kepada penonton sebelum adegan dengan tujuan menuntun penonton pada situasi yang akan dilakonkan.
j. Epilog adalah informasi yang disampaikan kepada penonton sesudah adegan dengan bentuk suatu kesimpulan/penyelesaian konflik.
k. Karakterisasi :
perwatakan tokoh harus jelas dan memilik konsep yang tegas. Perwatakan
yang dilakukan secara ekspresif akan membuat drama menarik. Pengungkapan
watak tokoh dapat diungkapkan secara tidak langsung melalui solilokui,
dialog, plot, ackting.
l. Setting : latar belakang waktu dan tempat
m. Tata adegan : pembagian beberapa bagian dalam bentuk peristiwa dan setting tertentu
n. Plan Maseter :
struktur cerita (Plot) yang terbagi dalam setiap adegan/babak dengan
menampilkan pemeran, inti pembicaraan, tata adegan, suasana, setting
waktu dan tempat, tata iringan. Semua crew yang terlibat dalam produksi
teater harus memiliki skrip naskah sehingga suatu cerita pertunjukan
terpola dan dapat dinikmati penonton dengan jelas.
2. Sutradara
Sutradara
memiliki wewenang mutlak dalam suatu pertunjukan sebagai karya seninya.
Ia adalah tokoh sentral yang harus menguasai semua unsur dalam drama
dan teater. Seorang sutradara dituntut memiliki etos kerja yang tinggi,
ide kreatif, dan memiliki wawasan yag luas, karena ia adalah seorang
perancang, pelaksana, sekaligus evaluator dalam kegiatan teater.
Sutradara adalah seniman pencipta pementasan drama, seniman adalah saksi
kebenaran. Seorang seniman harus jujur pada dirinya sendiri dan juga
pada orang lain, sehingga seorang seniman memiliki tugas pokok menemukan
kebenaran lalu menyampaikannya melalui media seni pada masyarakat, jika
tidak demikian maka karya seninya adalah kebohongan,
penjerumusan/penyesatan dan pembunuhan hakikat kebenaran manusia.
Seorang sutradara adalah seniman, sama halnya dengan seroang dalang
dalam wayang kulit. Dia memegang kebenaran, memegang remote control atas
karya seni dan pesan yang harus tersampaikan melaui media seninya.
3. Pemeran
Pemeran
yang akan melakukan peran tokoh drama harus melalui poses casting hal
ini harus dilakukan sutradara untuk mengetahui bentuk tubuh, wajah, dan
kecakapan agar sesuai dengan maksud naskah drama. Pemeran dituntut untuk
menguasai bidang keahlian ackting, penjiwaan, blocking, vokal (apa yang
tertuang dalam skrip naskah drama). Dalam pemeranan tokoh dikenal ada 4
jenis kepentingan pelaku yaitu :
a. Protagonis : Pelaku utama/pokok yang menjadi pusat cerita
b. Antagonis : Pelaku yang menyebabkan timbulnya konflik yang melibatkan protagoonis
c. Tritagonis : Pelaku penengan di antara protagonis dan antagonis
d. Figuran : Pelaku pendukung yang menentukan hubungan peristiwa dan penegasan cerita.
Dalam
suatu pertunjukan drama, semua pemeran memiliki posisi penting dalam
penyajiannya baik itu utama, maupun pendukung. Hal ini terjadi karena
merupakan proses penampilan bersama dimana kesemuanya saling mendukung.
Mereka harus mampu mengkomunikasikan bahasa naskah kepada penonton,
pemeran harus mampu menerjemahkan perannya karena ketika berada di atas
panggung tanggungjawab karya seni sutradara ada pada pemeran. Proses
penciptaan peran terdiri dari 3 tahap yaitu :
a. To play to character (memainkan peran) tahap pengenalan penafsiran karakter dasar tokoh
b. To act the characther (memerankan peran) tahap pendalaman laku karakterisasi mendalam
c. To be characther (menjadi peran) tahap tertinggi sebagai peleburan diri menjadi tokoh.
Untuk
mendalami tahapan penciptaan peran bisa memulai dengan teknik menirukan
laku sendiri di keseharian, laku tokoh film/drama/orang yang dimaksud,
binatang dan alam.
4. Tata Musik (Iringan)
Tata
musik/ilustrasi/efek sangat penting karena merupakan pendukung penuh
penciptaan suasana suatu adegan sehingga menggiring penghayatan
pemeranan dan pengertian maksimal penonton. Juga sebagai pengisi
kekosongan dan peralihan. Akan lebih baik lagi apabila ilustrasi/musik
dibuat secara live bukan berasal dari rekaman audio. Sebuah pertunjukan
teater ada 3 konsep tata iringan yaitu tradisional, modern, dan
kontenporer.
5. Tempat Pertunjukan
Pentas
dalam tata tempat harus memperhatikan kebutuhan penonton dan pemain.
Tata tempat dikenal adanya teater prosenium (terbatas) yaitu bentuk
tempat yang secara tegas memisahkan (membingkai) antara apron (bagian
panggung pentas yang menonjol ke depan) dengan penonton dan non
prosenium (terbuka) adalah tempat yang tidak memisahkan secara tegas
batas penonton dan panggung pentas. Teater prosenium dapat disusun
secara :
6. Rias dan Kostum
Tata
panggung atau scenery atau dekorasi adalah tata panggung yang tidak
hanya terbatas pada stage tetapi juga keseluruhan pendukung suasana dan
perwatakan tokoh pada tiap-tiap adegan yang disajikan. Berdasarkan
lokasi perwujudannya, stage artistik dibagi menjadi :
a. Interior set : Dekorasi yang menggambarkan di dalam ruangan
b. Eksterior : Dekorasi yang menggambarkan di luar ruangan
Sedangkan untuk settingnya terdiri atas :
a. Tradisional /konvensional set : Gaya dekorasi yang menunjukan sifat kedaerahan sesuai kebiasaan zaman/daerah tertentu.
b. Natural set : Gaya dekorasi meniru keadaan alam yang sesunggunya.
c. Modern/minimalis set : Gaya dekorasi yang memiliki prinsip praktis.
Mengenai dekorasi panggung (background). Ada beberapa yang harus diperhatikan antara lain :
a. Lokatif; ruang gerak laku
b. Ekspresif; pernyataan suasana lakon
c. Komunikatif; dapat dilihat dan dimengerti oleh penonton
d. Praktis; Rancangan sederhana
e. Bermanfaat; dapat dimanfaatkan terus menerus bagi pemeran
f. Organis
elemen visual; merupakan satu kesatuan yang saling berhubungan termasuk
di dalamnya property atau benda-benda yang digunakan untuk mendukung
suasana dan kepentingan acting pemeran.
7. Tata Suara
Memiliki
fungsi untuk membentuk memperkuat karakter pemeran tokoh dan membantu
gerak laku disamping memberikan kemudahan penerjemahan cerita pada
penonton. Dalam kostum rias harus diperhaikan aspek fisik tokoh, waktu,
peristiwa, status sosial, efek sinar lampu dan bahan rias yang
digunakan. Dalam merias seorang penata rias harus memperhatikan :
gambaran pemeran/tokoh yang diperankan. Meliputi usia, jenis kelamin,
perwatakan menonjolkannya, status sosial, domisili, kesejarahan dan
fisik spesifik lainnya.
Peralatan rias/makeup terdiri dari
a. Base/cold cream.
b. Foundation (stick dan pasta).
c. Lines sebagai batas anatomi muka (eyebrow pen, eyelash, lipstik, high light, shadow, eyes shadow).
d. Rouge; untuk mempertajam tulang pipi dan dagu.
e. Cleansing membersihkan tata rias.
Dalam penataan kostum ada lima tipe busana yang bisa dikembangkan naskah lakon yaitu :
a. Historis Costum yaitu busana yang terkait erat dengan kesejarahan.
b. Tradisional Costum yaitu busana yang memiliki karakter spesifik secara simbolis dan distilasi.
c. National costum yaitu busana yang terkait erat dengan identitas suatu bangsa/daerah.
d. Modern Costum yaitu busana yang dipakai pada masa kekinian.
e. Kontemporer Costum yaitu busana yang respresentatif menonjolkan karakter secara esensial dan simbolis seta terkadang fantastis.
8. Tata Suara
Tata
suara adalah sebuah teknik pengaturan suara yang akan mempertajam
pendengaran penonton dan pemeran teater/ alat yang sering digunakan
adalah mikrofon sebagai bagian dari sound system yang berfungsi
memperkeras suara. Secara umum jenis mikrofon yang digunakan untuk
pementasan terdiri dari 6 jenis yaitu :
a. Mikrofon omni/nondirectional; digunakan dari segala penjuru dengan hasil yang sama.
b. Mikrofon Bidirectional; digunakan dari arah depan dan belakang.
c. Mikrofon Unidirectional; digunakan dari arah depan.
d. Mikrifon Meja/lantai; digunakan pada lantai atau meja.
e. Mikrofon Lapel/wearless; digunakan oleh pemeran yang ditempel di dada/tanpa kabel.
f. Mikrofon Bo om; dilengkapi dengan batang panjang yang bisa di atur jaraknya.
9. Pencahayaan
Lighting
adalah sebuah teknik menerangi (memberi pencahayaan total,
menghilangkan area gelap) dan menyinari (memberi pencahayaan yang lebih
spesifik). Pencahayaan akan membentuk situasi, mempertajam ekspresi dan
menyinari gerak pemain sehingga penonton akan mampu fokus, sebagai
pengubah satu peristiwa ke peristiwa yang lain. Secara umum jenis lampu
yang digunakan untuk pementasan terdiri dari 4 jenis yaitu :
a. Lampu
Flood; digunakan sebagai penerangan yang utama untuk menerangi seluruh
area pementasan biasanya dipasang di tengah atas panggung.
b. Lampu
Spot; digunakan untuk memberikan sinar intensif pada satu titik atau
bidang tertentu, biasanya diletakkan di belakang penonton atau
depan/bawah panggung.
c. Lampu
Strip; merupakan sederetan lampu yang terdiri dari warna primer
sekunder (merah, hijau, kuning, biru, ungu) jenisnya dibagi menjadi open
strip (lampu tanpa sekat) dan strip kompeartemen (memiliki sekat).
d. Lampu
ultra; digunakan untuk menghasilkan cahaya yang peka terhadap warna
tertentu seperti warna violet yang peka pada warna putih.
10. Penonton
Penonton
bisa berarti penikmat atau pengamatan keberhasilan suatu pentas. Sampai
sejauh ini teater modern lebih sedikit penontonnya tapi kualitas
penikmatanya baik, kebalikan dengan teater tradisional yang untuk saat
ini rata-rata penonton banyak akan tetapi sudah bukan penikmat
keseluruhan pertunjukan, biasanya mereka hanya mengambil sisi totonan
bukan tuntunannya sehingga banyak yang hanya menyaksikan dagelan
(kethoprak) dan limbukan/gara-gara (wayang kulit/orang) sehingga
mengaburkan pesan/esensi teater. Meskipun dalam pementasan untuk
membahas dan menemukan esensi universal sebagai hasil inti
penikmatan/menonton karya teater. Ada juga yang mensiasatinya dengan
membuatkan katalog produksi teater yang diberikan kepada penonton
sebagai pra kondisi untuk menyamakan persepsi penangkapan esensi drama
pada awal pementasan, agaknya cara yang terakhir ini lebih mudah,
efisien dan efektif dibanding cara yang pertama. Kehadiran penonton
sangat penting dalam penilaian kesuksesan teater secara menyeluruh, hal
ini bisa didapat dengan publikasi yang bagus, kualitas pemain yang apik,
kerjasama yang baik dengan berbagai pihak dan pupularitas
cerita/pemainnya.
F. MENULIS NASKAH DRAMA
1. Menentukan Bentuk Drama
Drama yang akan dipentaskan dalam teater cukup bervariasi anta lain :
a. Dramatisasi
dari peristiwa sejarah pengertian ini mengacu pada bentuk teks sejarah
yang bisa dikembangkan dengan cara pikir pengarang/penulisnya sendiri.
Dengan mengambil seting dan penokohan cerita sejarah akan lebih mudah
dipahami masyarakat penikmat karena refrensi mereka tentang sejarah
sudah ada dalam alam imaji penonton.
b. Dramatisasi
Puisi. Tidak semua puisi dapat di dramatisasikan, hanya teks puisi
naratif dan deskreptif yang artinya memiliki alur cerita dan penokohan.
Puisi primatif pun dapat dikembangkan menjadi bentuk prosa/uraian dan
dibuat dramatisasi sepanjang penulis mampu menangkap esensi puisi
tersebut.
c. Dramatisasi
cerpen lebih mudah dari dramatisasi puisi, karena cerpen telah memiliki
esensi yang tersirat dari narasi fiksi diubah dalam teks drama.
d. Menyadur
atau mengadaptasi merupakan upaya kreatif karena mengalihkan bentuk
budaya asal menjadi bentuk budaya baru atau memindahkan konteks
setting/latar yang satu ke konteks seting latar yang lain. Akan tetapi
ada persyaratan yan harus dipenuhi dalam menyadur yaitu :
- Plot cerita tidak boleh berubah.
- Karakterisasi pemeran dan situasi tidak boleh diubah.
- Latar budaya sebagai setting harus diubah secara menyeluruh bukan sekedar nama dan tempat.
- Konflik dalam teks asli memiliki kemungkinan terjadi pula dalam konteks konfliks yang diadaptasi (universal konflik).
e. Menciptakan
drama sendiri; adalah kreatifitas yang akan dituju. Menulis drama
sendiri adalah salah satu tujuan penting dari upaya menghantar pemahaman
tentang seni drama dan teater. Untuk mampu menciptakan drama sendiri
kita akan pelajari lebih jauh pada materi berikut.
2. Teknik Menulis Drama
Agak
sulit menentukan dalam penyusunan teknik menulis sebuah naskah drama
karena sampai saat ini belum ada ahli yang secara jelas menjelaskan
urutan teknik menciptakan karya seni. Hal ini terjadi karena para
seniman beranggapan bahwa karya drama bukanlah karya ilmiah yang
memiliki aturan sestematika baku. Karya drama harus khas. Jika ada
penulis drama yang menulis karyanya sama dengan sistematikan drama karya
orang lain, ia bisa dianggap sebagai plagiator atau epigon. Namun
paling tidak ada konvensi yang harus dipenuhi dalam upaya mendekati
hasil yang universal. Konvensi yang dimaksud pada dasarnya adalah
nilai-nilai yang terkandung dalam teks. Nilai intrinsik dan nilai
ekstrensik yang merupakan satu kesatuan yang harus seimbang, sehingga
kualitas drama akan dapat diakui oleh penikmat. Nilai intrinsik
merupakan nilai bentuk naskah yang harus dapat ditangkap maksud dan
kejelasanya dalam upaya penciptaan kesimpulan dan imaji baru oleh
penikmat. Penulis memiliki kebebasan dalam menuangkan gagasan secara
utuh sesuai dengan esensi yang ingin dicapainya, visi yang digunakan.
Rancangan bangun konflik bebas dibuat oleh penulis. Kecuali pertimbangan
etika, estetika dan puitika maka tidak ada yang dilarang dalam menulis
drama.
Penulisan
drama erat kaitannya dengan sastra dimana penulis harus mampu memilih
kata (diksi), membangun imajinasi, irama, dan kesan. Hal itu bisa
dicapai jika seorang penulis drama memiliki pengalaman batin dan
pengalaman seni, yang hanya didapat dengan melibatkan diri dalam
kehidupan seni dan kemanusiaan (dengan menonton, mendengar, membaca dan
menikmati karya seni orang lain serta refrensii keilmuwan) adapun
langkah-langkahnya antaralain :
(1) Mengidentifikasikan tema
Subject
master atau gagasan pokok adalah tujuan dan cara pandang visi seniman
yang harus diteremahkan dalam bahasa, tema merupakan hal yang obyektif,
tidak dibuat-buat dan jelas dan tegas sehingga akan mudah dipahami dan
ditafsirkan oleh pembaca. Secara garis sederhana terdapat 5 klasifikasi
tema yaitu :
a. Pribadi
(Physical) cenderung pada keadaan jasmani yang terfokus pada keadaan
dan perasaan dirinya yang mempengaruhi tindakan pribadi.
b. Moral (organic) menyangkut moralitas dan etika hubungan antar manusia.
c. Sosial,
meliputi hal-hal diluar permasalahan pribadi seperti, dalam lingkup
yang heboh besar (kelompok) baik itu mengenai politik, ekonomi, hukum,
budaya, pendidikan, propaganda.
d. Egoik, menyangkut reaksi pribadi terhadap pengaruh sosial.
e. keTuhanan (devile). Berkaitan dengan kondisi dan situasi religiusitas manusia.
Dalam kemampuan seorang penyusun tema terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi antara lain :
a. Kekayaan imaji penulis : pengalaman dan pengetahuan membayangkan hal-hal yang ditulis
b. Kecendikiawanan penulis : pemikiran yang matang dan tidak memihak sisi kehidupan
c. Kearifan : pengungkapan diksi menimbulkan simpatik dan nasehat
d. Originalitaas : cara berfikir dan cara pandang serta pengungkapan yang khas.
(2) Menyusun
struktur plot tidak akan pernah ada cerita tanpa plot. Plot merupakan
rangkaian peristiwa yang saling berhubungan, saling mendukung, bagaimana
sebuah plot dirangkai berdasar hukum kausalitas (sebab akibat) yang
menimbulkan kenikmatan pembaca dan tercapainya visi dan misi cerita
adalah tergantung skill penulis. Pada dasarnya sebuah cerita terbagi
atas 3 bagian besar yaitu awal, tengah, dan akhir cerita. Seperti teori
laku yang dikenalkan oleh Aristoteles (protasis, Epitaso, Catasis dan Catasthrope). Untuk itu perlu dipelajari kembali unsur-unsur drama.
(3) Menciptakan
tokoh dan karakterisasi. Sebuah plot akan berklembang jika ada konflik.
Konflik akan muncul jika ada kehendak/aksi/action dan act akan muncul
jika motif karakter yang berpern. Lalu bagaimana menciptakan karakter
untuk mendukung plot? Aristoteles telah membagi dalam 4 jenis karakter.
Untuk menentukan itu harus dimulai dar nama/julukan (identitas mewakili
imaji fisik, psikis, latar belakang budaya, pendidikan).
Profesi/kegiatannnya dan kebiasaanya.
(4) Menciptakan
konflik. Temukan sebuah motif yang berbeda satu tokoh dengan yang lain
dalam memandang suatu nilai kehidupan, sehingga dalam cerita terjadi
hubungan kasualitas (sebab akibat). Konflik akan mucul jika terjadi
pergesekan motif, kepentingan, perbedaan cara pandang dan pertentangan
ide. Kemudian konflik akan berkembang dengan konsekuensi atas motif
masing-masing, tetapi harus tetap dalam koridor saling berhubungan dan
aspek yang terakhir dan konflik adalh lebih pada bersifat surprise
(kejutan) apakah penyelesaian oleh tokoh, oleh tritagonis, oleh alam,
atau dikembalikan kepada penikmat seperti dalam kisah-kisah wayang
kulit.
(5) Menciptakan
latar. Latar atau setting terbagi dalam 4 keluarga : (1) tempat
(geografis), (2) waktu (siang malam), (3) sosio culture (status, budaya,
intelektualitas, emosi, pendidikan dsb), (4) Religio (keyakinan, agama)
dimana ruang konflik itu ada dan terjadi.
(6) Bahasa
dramatik. Bahasa adalah medium utama drama, naskah yang baik adalah
yang dapat dikomunikasikan dengan pembaca, pemeran, sutradara, dan semua
yang akan terlibat dalam proses teater. Bahasa dramatik adalah diksi
untuk memperoleh effek penegasan terhadap konflik batin pemeran,
mendukung motif, emosi, plot/tema/alur sehingga harus jelas, tegas
efisien, efektif tidak bertele-tele atau bulet dan tidak membuka
kesempatan permasalahan lain di luar konflik utama.
G. ESENSI DRAMA
Ada
tiga unsur utama untuk menentukan sebuah karya seni yaitu seniman,
hasil karya materiil/spirituil dan masyarakat. Yang akan menjadi bentuk
peristiwa seni. Peristiwa seni dalam teater diarahkan untuk menumbuhkan
pengalaman seni. Pengalaman seni adalah pemahaman nilai-nilai moral,
spiritual dan visi pencipta yang disampaikan oleh teater. Sehingga
menumbuhkan sikap dan keputusan pribadi dalam diri penikmat dalam
menghadapi konflik yang dipentaskan dalam teater. Sebagai contoh marilah
kita identifikasi esensi sebuah cerita drama.
H. MENAGEMENT PERTUNJUKAN TEATER
Mempersiapkan
sebuah pementasan drama atau teater merupakan saat yang sulit yang
harus dilalui oleh semua orang yang terlibat dalam penggarapan Teater.
Mempersiapkan sebuah teater adalah menciptakan dunia tersendiri, dunia
dimana kolektivitas adalah roh yang menghidupinya. Sebagai sebuah seni
pertunjukan yang memiliki unsur dan fungsi maka teater merupakan
kegiatan kolektif. Sebagai bentuk karya seni melibatkan kinerja berbagai
disiplin ilmu antara lain seni sastra (naskah), rupa (design, busana,
background, rias, properti), musik (komposisi iringan, vokal), tari
(koreografi), manajemen (publikasi, jadwal, pendanaan, panggung), peran
(ackting, bloking, perwatakan, mimik), komposisi pentas (Sound
sistem, pencahayaan), tata tempat (penonton) sehingga teater sebagai
sebuah kerja kolektif masing-masing bidang mempunyai peran yang sama
pentingnya. Sehingga sukses dan tidaknya sebuah teater tidak hanya
tergantung pada pemeran dan sutradara tetapi lebih sebagai peran
maksimal semua disiplin ilmu yang ada di dalamnya termasuk penonton.
Dalam
mempersiapkan produksi teater seorang sutradara sebagai tokoh sentral
dari sebuah produksi teater sekaligus penanggungjawab dan seniman sebuah
karya teater setidaknya harus ada 2 komponen besar yang membantu untuk
bekerja bersama dengan yang berkesinambungan yaitu :
1. Managemen Produksi (manager Production)
a. Ketua (bertanggung jawab atas keseluruhan kegiatan management produksi).
b. Sekretaris (surat menyurat, proposal, mencatat kegiatan, agenda).
c. Bendahara (mengurus pemasukan, pengolahan dan pengeluaran uang).
d. Koordinator Latihan (penjadwalan, tata tertib, komunikasi).
e. Sie publikasi (materi design publikasi, promosi).
f. Sie Spnsorship (menggali sumber keuangan).
g. Sie Dokumentasi (pengadaan foto, penyimpanan arsip, pra sampai dengan pasca produksi).
h. Sie konsumsi (menyajikan kondumsi pra sampai dengan pasca produksi)
i. Sie tempat (mempersiapkan lokasi, setting tempat penonton dan stage)
j. Sie transportasi (mempersiapkan dan menjalankan alat transportasi)
2. Managemen Artistic
a. Sie panggung (mempersiapkan bentuk dan ukuran panggung).
b. Sie
Dekorasi dan properti (mempersiapkan materi background stage sesuai
adegan dan pengadaan properti yang diperlukan dalam pementasn).
c. Sie Rias Costum (menyiapkan, menata busana dan rias wajah/tubuh pemeran).
d. Sie Lighting (menyiapkan, menjalankan pencahayaan stage dan loksai pentas).
e. Sie sond system (menyiapkan dan mengoprasikan sound system).
3. Managemen Pendukung apabila diperlukan
Misalnya tata acara, MC, penerima Tamu, undangan, penonton, penjaga karcis, keamanan, P3K, accountan publik.
0 comments:
Posting Komentar