Gagasan untuk membuat wayang Kristen sebenarnya sudah ada
sejak awal tahun 70-an, tetapi gagasan tersebut belum terealisasi sampai
pertengahan tahun 70-an. Kendala yang dihadapi tidak hanya dari segi biaya,
tetapi gambaran mengenai bentuk serta isinya masih kabur. Yang jelas,
kebutuhan mengenai adanya wayang Kristen sudah terasa sejak awal tahun 70-an.
Pementasan wayang dengan cerita Alkitab di Kabupaten Klaten pada
awalnya dilakukan oleh Sukimin di GKJ Ketandan. Pementasan wayang tersebut bertujuan untuk
memeriahkan perayaan Natal tahun 1973. Permintaan pada waktu itu disanggupi Sukimin
dengan mementaskan pertunjukan wayang dengan lakon Kelahiran Yesus.
Sukimin lalu mementaskan pertunjukan wayang kulit bercerita Alkitab dengan memakai boneka wayang Purwa sebagai medianya. Pada waktu itu, tokoh Dasamuka digunakan untuk memerankan Herodes, Janaka untuk Yusuf, Sembadra untuk Dewi Maria, dll. Teknik pementasan pada
pertunjukan tersebut seperti wayang kulit Purwa, dengan durasi satu jam. Lakon
Kelahiran Yesus tersebut dipentaskan Sukimin sebanyak 3 kali untuk memeriahkan
Natal, masing-masing tahun 1973 di Dusun Tepus, kedua tahun 1974 di Dusun Gemblakan
di wilayah Ketandan dan ketiga tahun 1974 di Dusun Kemiri wilayah Kecamatan
Jatinom.
Pada bulan September 1975 Sukimin diminta memeriahkan Natal
di luar kota yaitu di Gereja Kristen Jawa Ngablak, Sala Tiga. Undangan
mempergelarkan wayang dengan cerita Alkitab
ke luar kota membuat Sukimin ingin tampil lebih sempurna dari
tahun-tahun sebelumnya. Dari tiga kali pementasan yang pernah dilakukan,
Sukimin merasa pementasannya kurang berhasil. Sukimin lalu berusaha meminjam
Wayang Wahyu milik Katholik namun ditolak.[3]
Perasaan kecewa Sukimin karena penolakan orang Katholik
diceritakan kepada sahabatnya R. Sumijanto. Hasil pertemuan antara Sukimin dan
R. Sumijanto memunculkan gagasan untuk membuat wayang Kristen dengan corak
tersendiri. Sukimin dan R. Sumijanto lalu menghubungi Murhadi Hadisubroto untuk
membuatkan gambar wayang Kristen. Dari pertemuan tiga orang tersebut dihasilkan
kesepakatan akan membuat wayang Kristen, dan pada tanggal 22 September 1975
ditetapkan sebagai timbulnya wayang Warta.[4] Murhadi kemudian
mencari buku-buku bergambar tokoh-tokoh Alkitab, dan juga gambar-gambar
pembatas Alkitab.[5]
Setelah mendapat gambar, dan bahan yang dibutuhkan, Murhadi
kemudian dilukis pada kertas, dengan bentuk sebagai berikut : bentuk kepala
seperti kepala manusia dilihat dari samping, bentuk tangan seperti bentuk
wayang Purwa, bertangan dua (muka dan belakang) berlengan panjang, bentuk
pakaian menyesuaikan gambar. Setelah gambar selesai, gambar diserahkan kepada
R. Sumijanto untuk ditatah dan disungging.[6]
Akhirnya setelah tiga bulan sejak September 1975 sampai
bulan Desember 1975 dapat diselesaikan 22 bentuk boneka wayang. 22 bentuk
boneka wayang tersebut adalah Imam Agung Hanas, Imam Agung Kayafas, Petrus,
Yohanes, Philipus, Thomas, Saulus, Yudhas, Gamaliel, Maryam, Tentara Israel,
Tentara Israel, Tentara Rum (2 boneka), Ananias, Syafira, Maxab, Dagelan (2
boneka). Dari 22 boneka wayang tersebut baru bisa digunakan untuk cerita Tumedhaknya
Roh Suci atau Turunnya Roh Kudus.[7] Akhirnya pentas perdana di GKJ Ngablak Salatiga pada tahun
1975 dapat berjalan dengan sukses. Hanya sayangnya waktu itu simpingan masih
menggunakan wayang Purwa dan iringan seperti wayang Purwa. Pada pementasan
tahun 1975 ini Murhadi menamakan wayang ini Wayang Rahayu[8] atau Wayang
Warta Rahayu[9]
Atas
usul Kristianta pendeta asal Kebonarum,
wayang Rahayu diminta dipentaskan lagi pada tahun 1976 di Kebonarum
untuk memeriahkan hari Paskah. Pada pementasan ini yang bertindak sebagai
dalang adalah Sumijanto.[10] Pada
pementasan ini R. Sumijanto dibantu oleh Daryono berinisiatif membuat iringan
wayang Warta dengan mentransformasikan Kidung Jawi ke dalam gendhing.[11]
Setelah pementasan yang dilakukan R. Sumijanto, pendeta Kristianta memerintahkan R. Sumijanto untuk melanjutkan, dan mengembangkan Wayang Rahayu supaya bisa lestari. Dari hasil musyawarah Sumijanto, Murhadi dan para sahabat yang direstui PERDATA Ketandan, Wayang Rahayu diubah namaya menjadi Wayang Warta.[12] Nama Wayang Warta ini berasal dari kata warta rahayu (kabar gembira yang artinya Injil). Kata warta rahayu ini dirasa terlalu panjang untuk menamai sebuah wayang. Dengan mempertimbangkan nama-nama wayang yang telah ada sebelumnya, yang umumnya hanya menggunakan dua suku kata, maka Wayang Warta Rahayu disebut Wayang Warta.[13]
Setelah pementasan yang dilakukan R. Sumijanto, pendeta Kristianta memerintahkan R. Sumijanto untuk melanjutkan, dan mengembangkan Wayang Rahayu supaya bisa lestari. Dari hasil musyawarah Sumijanto, Murhadi dan para sahabat yang direstui PERDATA Ketandan, Wayang Rahayu diubah namaya menjadi Wayang Warta.[12] Nama Wayang Warta ini berasal dari kata warta rahayu (kabar gembira yang artinya Injil). Kata warta rahayu ini dirasa terlalu panjang untuk menamai sebuah wayang. Dengan mempertimbangkan nama-nama wayang yang telah ada sebelumnya, yang umumnya hanya menggunakan dua suku kata, maka Wayang Warta Rahayu disebut Wayang Warta.[13]