Jadwal Kursus OW

Dalang Cilik : Hari Kamis, dan Sabtu jam 16.00 s/d selesai.
Dalang Dewasa : Hari Sabtu, jam 20.00 s/d selesai.
Kethoprak : Hari Kamis, jam 20.00 s/d selesai.

Salam Budaya,,

SENI TEATER

Rabu, 06 November 2013


SENI TEATER

Persoalan seni adalah persoalan nilai-nilai manusia, demikian seni teater juga berbicara tentang manusia dan nilai-nilainya, tentang segala sesuatu persoalan dan pandangan hidup yang dimanusiakan. Dalam teater banyak orang yang terlibat dimana seluruhnya memiliki kepentingan dan tanggung jawab yang sama. Suatu kolektivitas yang memiliki korelasi positif dalam pembangunan solidarotas, kegotong-royongan dan pemikiran.
Seni Teater sebagai produk merupakan sebuah proses penciptaan dari seni drama ke dalam seni Pertunjukan atau dapat disingkat “proses teater”. Sebuah proses teater keberadaanya mengacu pada “formula dramaturgi”. Istilah “dramaturgi” itu sendiri dipungut dari bahasa belanda “dramaturgie” berarti ajaran tentang seni drama (keer van de dramatische kunst) atau dari bahasa Inggris “dramaturgy” berarti seni atau teknik penulisan drama dan penyajiannya dalam bentuk teater. Secara singkat bisa disebut “seni teater” (the art of the theatre). Dalam glosari, menyebutkan bahwa dramaturgi adalah koposisi dramatik yaitu teknikal yang digunakan dalam penulisan unsur bunyi dan unsur acting (penjiwaan) atau gerak merupakan unsur penting di antara unsur-unsur penting lainnya dalam drama. Yang dimaksud rumusan atau formula dramaturgi’ di atas merupakan proses yang meliputi 4M yaitu (1) Mengkhayal (dalam bentuk ide), (2) Mencipta atau menuliskan (dalam bentuk script teks dramatik atau naskah lakon; (3) Mempertunjukan dan (4) Menyaksikan (bisa dalam bentuk komentar, ulasan, resensi, kritik, kajian atau penelitian).
Untuk mempermudah kita mempelajari tentang seni teater sebaiknya kita sepakati bahwa kata drama digunakan dalam konteks sastra sebagai naskah/lakon ceritanya. Istilah teater sebagai bentuk kegiatan yang bertalian dengan pelatihan, pendidikan dan pengolahan drama dan pementasannya sehingga teater dapat berarti proses pementasan drama.

A.      SEJARAH DAN PERKEMBANGAN TEATER
Istiah teater, drama, dan sandiwara memiliki ciri khusus dan perkembangan yang berbeda seiring dengan perubahan jamannya. Kata drama diturunkan dari kata dromain (bha. Yunani) yang berarti sebagai kejadian, risalah, karangan yang dipertunjukan memakai mimik (Aeschylus + 525-456 SM). Dalam perkembangannya drama memiliki ciri khas sendiri sebagai bagian dari seni sastra karena merujuk pada isi ceritanya (drama keluarga, drama percintaan, drama tragedi, drama perjuangan dll). Istilah drama harus memiliki 3 aspek yaitu :
1.      Aspek kesatuan     (ruang, waktu, dan peristiwa)
2.      Aspek penghemat             (waktu, dialog, dan gerak)
3.      Aspek Psikis          (karakterisasi, penjiwaan).
Drama memperjuangkan nilai-nilai kemanusiaan serta permasalahan kemanusiaan, aspek kejiwaan, sosial, agama, politik, HAM merupakan esensi dari drama.
Kata teater berasal dari kata theatron yang berari memandang dengan takjub. Semasa plato (428-348) mengacu pada istilah gedung pertunjukan semasa Herodotus (490-348 SM) atau mengacu pada bentuk auditorium publik. Dalam perjanjian lama istilah teater mengacu pada bentuk karangan tonil. Pada perkembangan selanjutnya istilah Teater menjadi sebuah kelompok kolektif (organisasi) yang melakukan pertunjukan drama dengan konsep modern yang lebih padat. Teater adalah cabang seni yang berbicara tentang kemanusiaan dan yang dimanusiakan yang dikembangkan dalam klektivitas pelaku teater.
Sedangkan istilah sandiwara berasal dari Indonesia, menurut PKG Mangkunegara VII (1885-1944) berasal dari kata sandhi dan warahsandhi berarti symbol rahasia, makna dibalik itu, sedangkan warah adalah ajaran/pendidikan. Kata sandiwara di daerah Jawa dinggunakan untuk merujuk pada kegiatan seni pementasan terutama kethoprak. Di Indonesia perkembangan seni teater/drama/cerita terbagi atas sejarah kebudayaan yaitu :

1.        Prasejarah
Teatertikan.drama/sandiwara belum dikenal atau karena tidak ada bukti tertulis sehingga sulit diidentifikasikan. Sebagai bentuk seni pertunjukan sastra sangat tidak mungkin secara logika pada masa prasejarah ada, karena belum dikenalnya bentuk tulisan, akan tetapi gerak tari yang mengandung suatu cerita itu sudah merupakan bentu teater. Keyakinan yang dianut adalah animistik dan dinamistik. Bentuk teaterikal dari pemujaan seudah banyak diadakan pada masa itu, persembahan korban berupa manusia padasuku bangsa Maya/Aztek, ritual ruwatan di Jawa
2.        Hindu-Budha
Masuknya pengaruh dari budaya tulis dan terbukanya perdagangan di seluruh Nusantara membari ruang khusus bagi perkembangan sastra pada masa ini. Cerita yang dibawakan berasal dari India, Cina, Timur Tengah, Jataka (kehidupan Budha), Fabel ( cerita binatang, Mite (legenda mengenai makhluk supranatural). Bukti tertua ditemukan di Jawa Barat berupa prasasti tentang pertunjukan drama pada upacara peresmian bangunan irigasi pada abad ke 4 yang merupakan pemujaan Syiwa. Perkembangan teater/drama dari karya sastra pada masa ini sangat banyak ditemukannya lebih dari 100 naskah baik tertiulis pada parasasti batu maupun daun Lontar. Dokumen karya sastra yang terbanyak berasal dari Bali. Pembagian periode sastra/drama ini ada 4 masa yaitu : masa mataram (abad 9), Kadiri (abad 12), Majapahit I (abad 14), Majapahit II (abad 16). Sebagian besar berupa puisi (kidung, tembang, macapat), Prosa (gancaran), kitab wiracarita (kakawin Ramayana dan Mahabarata) sejarah (negarakertagama dan Pararaton).
3.        Islam
Sebenarnya dilarang juga seni pertunjukan. Karya sastra suluk yang merupakan cerita mitologi bernafaskan Islam, cerita Amis Hamsyah, cerita Menak, mitos Islam juga memberi pengaruh terhadap karya Bentaljemur Adamakna,Mujabaarat, Kalacakra yang berisi ayat-ayat Al Quran.
4.        Modern
Munsulnya pengaruh kolonialisme dari bangsa portuh\gis dan Belanda meberi wacana baru bagi dunia pertunjukan. Akhir abad XIX sebagai konsekuensi logis dari situasi politik, muncuknya sistem perekonomian pusat adsministrasi dan pemerintahan menimbulkan kota-kota ekonomi maka berpengaruh pula terhadap seni pertunjukan yang berbasis komersial. Keinginan kembali pada Akulturasi Pra Hindu (animisme-dinamisme), Hindu-Budha (Kejawen) sangat kuat.

B.       FUNGSI TEATER
Teater memilki fungsi ritual (religio), sosial (kolektifitas), pendidikan (esensi) dan hiburan (entertinment). Untuk mencapai fungsi tersebut harus memiliki kriteria :
1.      Estetika; memiliki unsur keindahan baik berupa materiil maupun non materiil yang terdapat pada objek atau subjek atau yang bersifat nilai.
2.      Etika; membimbing manusia menuju peradaban/kebudayaan yang lebih baik
3.      Edukatif; memiliki tujuan menuntun manusia pada arah kemajuan jasmani, rohani dan intelektual.
4.      Konsultatif; memilik unsur penerangan mengenai kondisi dan pemecahan persoalan yang ada di masyarakat.
5.      Kreatif; memiliki bentuk sajian gagasan (ide) yang orisinil sehingga menarik.
6.      Rekreatif, memilik unsur hiburan sehat bagi jiwa penikmatnya.
Melihat betapa ketatnya cerita fungsi teater dan unsurnya sehingga karya seni teater dituntut selalu mengacu pada kehidupan manusia dan kemanusiaannya (sumber, aspek, isi) yang membawa perenuangan untuk menjembatani dan memperbaiki keseimbangan kehidupan manusia dan lingkungannya (Tuhan, alam sosial, budaya, politik, ekonomi) sehingga dapat disimpulkan bahwa fungsi seni teater untuk mendidik manusia agar menjadi manusia yang memiliki sikap moral, intelektual yang baik sesuai kaidah, norma dan sistem nilai tertentu.

C.      BENTUK DAN JENIS TEATER
1.        Tradisional
Teater daerah atau teater tradisional lebih diasumsikan pada sandiwara. Memiliki ciri-ciri identitas dan konvensi kedaerahan (bahasa, iringan, cerita).
a.         Teater tradisional Klasik. Hidup tumbuh dan berkembang di lingkungan Keraton, sejak sistem monarki (eksklusiv) terbentuk sekitar abad ke 4 M sehingga memiliki aturan-aturan baku yang harus dianut (pakem) baik itu bahasa, gerak, aturan adegannya, dan waktu pementasanya. Sehingga aturan-aturan yang ada tidak boleh dilanggar (pamali). Cerita bersumber dari kitab/serat/ajaran tertentu yang tertulis mengenai pemujaan, kepahlawanan dan hubungan antar keraton. Memiliki makna pendidikan dan pemujaan/ritual. Tempat pertunjukannya khusus (tertutup). Contohnya teater tradisional klasik antara lain : wayang uwong, langendriyam, tari topeng, tari Wireng, tari Bedhaya.
b.         Tari tradisional rakyat. Hidup, tumbuh dan berkembang di luar tembok keraton, berkembang pada masyarakat biasa dengan konvensi kedaerahan yang kental dengan improvisasi dan terkadang seadanya dan penggarapannya tidak serius. Cerita bersumber dari babad, legenda, mitologi, atau kehidupan sehari-hari tidak menggunakan naskah lakon tertulis, gerakan dan bahasanya bersifat improfisasi/spontan tidak teratur digarap berdasarkan konvensi, gaya dan bentuk bentuk tradisional. Berfungsi sebagai media hiburan/sindiran terhadap suatu peristiwa atau bahkan kekuasaan keraton. Tempat pertunjukannya arena terbuka. Beberapa contoh jenis teater tradisional Indonesia adalah Bangsawan (Sumatra Utara, Randai (Sumatra Barat); Demuluk (Sumatera Selatan), Makyong Mendu (Riau, Kalimantan Barat); Mamanda (Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur); Ubrug, Longser, Bonjet (Jawa Barat); Lenong Topeng, Blantik (Batawi); Mansres (Indramayu); Sintren (Cirebon); Kethooprak (Yogakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur), Wayang (Kulit atau Purwa, Orang Topeng, Golek, Gedog Wahyu, Suluh, Warta dll yang tersebar di seluruh pulau Jawa), Dadung Awuk (Yogyakarta), Kuda Lumping(Yogya, Solo, Jawa Tengah, Ponorogo, Jawa Timur); Srandhul (Jawa Tengah, Jawa Timur), Ludrug, Kentrungan (Jawa Timur) dll.

2.        Modern
Teater modern diasumsikan sebagai pengadopsian teater Barat (Opera) karena memang terpengaruh dan tumbuh berkembang dari dan sejak zaman Hindia Belanda. Pengadopsian ini pada awalnya berkembang dengan mementaskan karya drama klasik barat (karya: W. Shakespeare, Jan Fabricius, Henri Broongest) sehingga muncul kelompok teater amatiran di seluruh Nusantara. Roh teater modern adalah universalisasi disegala aspeknya (cerita, bahasa, setting, panggung prosenium, pola cerita, pencahayaan), naskah tertulis dengan kara-kata mini atau sketsa, yang biasa disebut teater mini kata atau teater primitif. Management pertunjukan sudah dibuat secara tegas dan jelas (profesional), sutradara memiliki kebebasan pengembangan dalam segala aspek dramatisasi.
Gaya teater modern Barat diterapkan pertama kali diterapkan oleh kelompok teater modern Indonesia (“Tjahaja Timoer, Oroen dan Opera Dardanella). Cerita yang diangkat sudah bergeser dari gaya mitologi menjadi gaya realis. Usmar Ismail dkk meluncurkan karya ‘sandiwara penggemar maya’ sebagai tonggak teater modern di Indonesia. Dengan konsep pengaruh dari teater barat. Kemudian muncul ASDRAFI (Akademi Seni Drama dan Film Indonesia) dan kemudian ATNI (Akademi Teater Nasional Indonesia) dari kedua lembaga pendidikan inilah lahir seniman dan artis/aktor teater di Indonesia yang mengusung gaya-gaya pementasannya sendiri-sendiri. Karena berkiblat pada gaya barat.

D.      ALIRAN-ALIRAN TEATER
Teater modern terbagi dalam aliran-aliran. Aliran tersebut dipengaruhi oleh perkembangan kebudayaan arus pemikiran manusia dan filsafah dan sastra antara lain :
a.         Klasisme, tema dan pertunjukan tentang kebaikan dan kesempurnaan dewa-dewa, tema ceritanya bersumber dari Mitologi, kebaikan melawan kejahatan dimana yang baik selalu menang. Tokohnyanya terkesan sempurna, cantik, perkasa dengan properti yang mewah.
b.         Neoklasisme, pergeseran dari aliran klasis dan mengangkat tema pertunjukan tentang hakikat kemanusiaan dan manusia itu sendiri (proses menuju alam pikir filsafat), dimana menusia menempatkan diri sebagai penguasa dunia, pengaruh mitologi hanya sedikit.
c.         Romantik, bentuk dan tema ceritanya mulai menekankan pada analisis rasional dalam memahami kehidupan manusia. Semakin manusia lepas dari pengaruh mitologi, manusia semakin menemui masalah yang kompleks.
d.        Realisme, mengetengahkan tema tentang kehidupan manusia secara realistis dan objektif sehingga sisi buruk karakter manusia dan kondisi real keburukan sebuah sistem dan budaya sering diungkapkan tanpa malu-malu. Manusia dalam hal ini berpijak pada pemikiran bahwa keberadaan manusia ditentukan oleh keturunan dan lingkungannya, bukan oleh kekuatan di luar dirinya. Tokohnya adalah Chekov (Gaya realisme Sosial), Nikolai Gogol dan W.S Rendra.
e.         Naturalisme; mengangkat sisi ekstrim kebobrokan manusia dari kalangan bawah dan secara terbuka atau terang-terangan melakukan kritikan pedas terhadap pengaruh negatif kekuasaan yang bersifat vulgar dan kotor.
f.          Simbolisme, mengungkapkan nilai-nilai kehidupan melalui tanda-tanda yang berlaku.
g.         Ekspresionisisme, penentangan terhadap realisme yang mendukung simbolisme emosional.
h.         Absurdisme, yang berarti irasional menyimpang dari logika yang didasari pandangan bahwa dunia ini sepenuhnya netral, tidak memiliki dasar pijakan yang kuat, kebenaran menjadi sesuatu yang chaos, tak terukur dan tak ada kebenaran obbyektif. Kebenaran hanya dapat dicapai melalui pengamatan indrawi, moral atau tidak bermoral selama hanya bersifat konvensi bukan kebernaran objektif. Gaya ini kadang bercampur dengan gaya realis ekspresionis, surealis. Tokohnya : Jean Paul Satre, Albert Camaus, Samuel Backet. Jika di Indonesia diwakili Putu Wijaya
i.           Surealisme memandang kehidupan dan manusia ini secara sinis.
j.           Eksistensialisme yang mempersoalkan keberadaan manusia yang hidup tanpa tujuan.

E.       UNSUR-UNSUR TEATER
Pementasan drama atau teater sebagai suatu kegiatan kesenian pertunjukan mengandung unsur-unsur yang masing-masing memiliki kriteria yang harus dipenuhi antara lain :
1.        Lakon Drama
Reportoar/skrip naskah harus mengandung atau memuat :
a.       Premise/tema : landasan intisari yang menentukan arah dan tujuan cerita. Juga merupakan kerangka dasar pengembangan cerita sehingga memiliki isi yang esensial. Tema adalah konflik atau permasalahan yang akan disajikan. Ada beberapa kategori tema yaitu (1) perjuangan (mengenai nasionalisme, pembebasan diri dari ikatan penjajah, kebangkitan kesadaran untuk merdeka). (2) Sosial manusia (kemiskinan, pelacuran, korupsi, kecurangn, politik, penyimpangan kaidah-kadiah hidup, kejahatan dan masalah moral kebersamaan) (3) Cinta (Dalam arti kata luas, cinta kasih, nafsu, cinta sejati) (4) Kejiwaan (Perlakuan menyimpang, kondisi mental, skeptis dan apatis) (5) Keagamaan (sarana dakwah, penyadaran terhadap kewajiban moral agama) (6) Metafisik (hubungan nasib manusia dengan Tuhannya) (7) Budaya (perkembangan zaman), (8) Kesejarahan yang dapat diceritakan melalui janilan kisah aksi, tragedi, komedi dan histori.
b.      Plot/Alur Cerita: drama sebagai roh dari teater merupakan unsur penting yang harus diperhatikan yaitu tema dan plot atau alur cerita. Plot atau alur cerita adalah muncul, berkembangnya dan penyelesaian suatu konflik (masalah). Karena drama selalu bicara tentang perbenturan dua atau lebih perbedaan yang saling berlawanan sehingga memunculkan deretan peristiwa. Setidaknya ada tiga teori mengenai plot/pola alur cerita yang didefinisikan sebagai dramatic line atau garis dramatik yaitu :
(1)   Menurut Aristoteles dalam hukum komposisi drama mengemukakan bahwa garis laku/lakon yang pertama : protasis: permulaan yang menjelaskan motif lakon, Epitasi : jalinan kejadian, catasis : puncak laku dan castastrophe : penutup.
(2)   Menurut W. H. Hudson pola drama berkembang dan tersusun dari dramatilicline yang dimulai dengan insiden : kejadian mula yang memunculkan konflik, rising actioin : pertumbuhan konflik yang kompleks, klimaks : titik jenuh maksimal perkembangan konflik, antiklimaks : pencarian jalan keluar pemecahan konflik, falling action : ditemukannya dan dijalankannya proses pemecahan konflik, katastrope : keputusan akhir dalam menyelesaikan konflik.
(3)   Menurut Gustav Freytag (1819) yang pertama Eksposisi : penjelasan posisi dalam suatu konflik, Rissing ActionKlimaksResolution : keputusan dan heppy endding : kemenangan, atau denuomen : komedi.
c.       Propsosisi : langkah-langkah cerita yang bersumber pada pelaku utama, peristiwa yang ada di dalamnya harus tersusun menjadi kesatuan yang logis, mengarah pada penyelesaian konflik; sehingga tidak diperbolehkan ada permasalahan lain yang tidak ada hubungannya dengan konflik yang dihadapi pelaku utama.
d.      Dialog : percakapan antara dua orang atau lebih. Dialog merupakan cerminan terhadap karakter pelaku, gerak laku, perkembangan konflik. Kata-kata dalam dialog memiliki fungsi untuk melahirkan faktor psikoligis, pertumbuhan emosi, motif, kemauan, kekusutan yang pada dasarnya merupakan “the force behind action”.
e.       Action dirt : merupakan perintah laku gerak badaniah atau sering disebut stage direktion dan penjiwaan (karakterisasi) yang diperoleh dari pemahaman dialog dimana dialog merupakan penjabaran dari plot.
f.       Monolog : percakapan yang dilakukan oleh satu orang meskipun terdiri dari beberapa peran.
g.      Solilokui : pembicaraan seorang pelaku mengenai dirinya sendiri atau situasi yang sedang berjalan yang memiliki fungsi pemberitahuan kepada penonton apa yang sedang dialami/terjadi.
h.      Aside : komunikasi secara langsung pemeran dengan penonton.
i.        Prolog : informasi yang disampaikan kepada penonton sebelum adegan dengan tujuan menuntun penonton pada situasi yang akan dilakonkan.
j.        Epilog adalah informasi yang disampaikan kepada penonton sesudah adegan dengan bentuk suatu kesimpulan/penyelesaian konflik.
k.      Karakterisasi : perwatakan tokoh harus jelas dan memilik konsep yang tegas. Perwatakan yang dilakukan secara ekspresif akan membuat drama menarik. Pengungkapan watak tokoh dapat diungkapkan secara tidak langsung melalui solilokui, dialog, plot, ackting.
l.        Setting : latar belakang waktu dan tempat
m.    Tata adegan : pembagian beberapa bagian dalam bentuk peristiwa dan setting tertentu
n.      Plan Maseter : struktur cerita (Plot) yang terbagi dalam setiap adegan/babak dengan menampilkan pemeran, inti pembicaraan, tata adegan, suasana, setting waktu dan tempat, tata iringan. Semua crew yang terlibat dalam produksi teater harus memiliki skrip naskah sehingga suatu cerita pertunjukan terpola dan dapat dinikmati penonton dengan jelas.

2.        Sutradara
Sutradara memiliki wewenang mutlak dalam suatu pertunjukan sebagai karya seninya. Ia adalah tokoh sentral yang harus menguasai semua unsur dalam drama dan teater. Seorang sutradara dituntut memiliki etos kerja yang tinggi, ide kreatif, dan memiliki wawasan yag luas, karena ia adalah seorang perancang, pelaksana, sekaligus evaluator dalam kegiatan teater. Sutradara adalah seniman pencipta pementasan drama, seniman adalah saksi kebenaran. Seorang seniman harus jujur pada dirinya sendiri dan juga pada orang lain, sehingga seorang seniman memiliki tugas pokok menemukan kebenaran lalu menyampaikannya melalui media seni pada masyarakat, jika tidak demikian maka karya seninya adalah kebohongan, penjerumusan/penyesatan dan pembunuhan hakikat kebenaran manusia. Seorang sutradara adalah seniman, sama halnya dengan seroang dalang dalam wayang kulit. Dia memegang kebenaran, memegang remote control atas karya seni dan pesan yang harus tersampaikan melaui media seninya.

3.        Pemeran
Pemeran yang akan melakukan peran tokoh drama harus melalui poses casting hal ini harus dilakukan sutradara untuk mengetahui bentuk tubuh, wajah, dan kecakapan agar sesuai dengan maksud naskah drama. Pemeran dituntut untuk menguasai bidang keahlian ackting, penjiwaan, blocking, vokal (apa yang tertuang dalam skrip naskah drama). Dalam pemeranan tokoh dikenal ada 4 jenis kepentingan pelaku yaitu :
a.       Protagonis       : Pelaku utama/pokok yang menjadi pusat cerita
b.      Antagonis        : Pelaku yang menyebabkan timbulnya konflik yang melibatkan  protagoonis
c.       Tritagonis        : Pelaku penengan di antara protagonis dan antagonis
d.      Figuran            : Pelaku pendukung yang menentukan hubungan peristiwa dan penegasan cerita.
Dalam suatu pertunjukan drama, semua pemeran memiliki posisi penting dalam penyajiannya baik itu utama, maupun pendukung. Hal ini terjadi karena merupakan proses penampilan bersama dimana kesemuanya saling mendukung. Mereka harus mampu mengkomunikasikan bahasa naskah kepada penonton, pemeran harus mampu menerjemahkan perannya karena ketika berada di atas panggung tanggungjawab karya seni sutradara ada pada pemeran. Proses penciptaan peran terdiri dari 3 tahap yaitu :
a.       To play to character (memainkan peran) tahap pengenalan penafsiran karakter dasar tokoh
b.      To act the characther (memerankan peran) tahap pendalaman laku karakterisasi mendalam
c.       To be characther (menjadi peran) tahap tertinggi sebagai peleburan diri menjadi tokoh.
Untuk mendalami tahapan penciptaan peran bisa memulai dengan teknik menirukan laku sendiri di keseharian, laku tokoh film/drama/orang yang dimaksud, binatang dan alam.

4.        Tata Musik (Iringan)
Tata musik/ilustrasi/efek sangat penting karena merupakan pendukung penuh penciptaan suasana suatu adegan sehingga menggiring penghayatan pemeranan dan pengertian maksimal penonton. Juga sebagai pengisi kekosongan dan peralihan. Akan lebih baik lagi apabila ilustrasi/musik dibuat secara live bukan berasal dari rekaman audio. Sebuah pertunjukan teater ada 3 konsep tata iringan yaitu tradisional, modern, dan kontenporer.

5.        Tempat Pertunjukan
Pentas dalam tata tempat harus memperhatikan kebutuhan penonton dan pemain. Tata tempat dikenal adanya teater prosenium (terbatas) yaitu bentuk tempat yang secara tegas memisahkan (membingkai) antara apron (bagian panggung pentas yang menonjol ke depan) dengan penonton dan non prosenium (terbuka) adalah tempat yang tidak memisahkan secara tegas batas penonton dan panggung pentas. Teater prosenium dapat disusun secara :

6.        Rias dan Kostum
Tata panggung atau scenery atau dekorasi adalah tata panggung yang tidak hanya terbatas pada stage tetapi juga keseluruhan pendukung suasana dan perwatakan tokoh pada tiap-tiap adegan yang disajikan. Berdasarkan lokasi perwujudannya, stage artistik dibagi menjadi :
a.       Interior set       : Dekorasi yang menggambarkan di dalam ruangan
b.      Eksterior          : Dekorasi yang menggambarkan di luar ruangan
Sedangkan untuk settingnya terdiri atas :
a.       Tradisional /konvensional set : Gaya dekorasi yang menunjukan sifat kedaerahan sesuai kebiasaan zaman/daerah tertentu.
b.      Natural set                   : Gaya dekorasi meniru keadaan alam yang sesunggunya.
c.       Modern/minimalis set  : Gaya dekorasi yang memiliki prinsip praktis.
Mengenai dekorasi panggung (background). Ada beberapa yang harus diperhatikan antara lain :
a.       Lokatif; ruang gerak laku
b.      Ekspresif; pernyataan suasana lakon
c.       Komunikatif; dapat dilihat dan dimengerti oleh penonton
d.      Praktis; Rancangan sederhana
e.       Bermanfaat; dapat dimanfaatkan terus menerus bagi pemeran
f.       Organis elemen visual; merupakan satu kesatuan yang saling berhubungan termasuk di dalamnya property atau benda-benda yang digunakan untuk mendukung suasana dan kepentingan acting pemeran.

7.        Tata Suara
Memiliki fungsi untuk membentuk memperkuat karakter pemeran tokoh dan membantu gerak laku disamping memberikan kemudahan penerjemahan cerita pada penonton. Dalam kostum rias harus diperhaikan aspek fisik tokoh, waktu, peristiwa, status sosial, efek sinar lampu dan bahan rias yang digunakan. Dalam merias seorang penata rias harus memperhatikan : gambaran pemeran/tokoh yang diperankan. Meliputi usia, jenis kelamin, perwatakan menonjolkannya, status sosial, domisili, kesejarahan dan fisik spesifik lainnya.
Peralatan rias/makeup terdiri dari
a.       Base/cold cream.
b.      Foundation (stick dan pasta).
c.       Lines sebagai batas anatomi muka (eyebrow pen, eyelash, lipstik, high light, shadow, eyes shadow).
d.      Rouge; untuk mempertajam tulang pipi dan dagu.
e.       Cleansing membersihkan tata rias.
Dalam penataan kostum ada lima tipe busana yang bisa dikembangkan naskah lakon yaitu :
a.       Historis Costum yaitu busana yang terkait erat dengan kesejarahan.
b.      Tradisional Costum yaitu busana yang memiliki karakter spesifik secara simbolis dan distilasi.
c.       National costum yaitu busana yang terkait erat dengan identitas suatu bangsa/daerah.
d.      Modern Costum yaitu busana yang dipakai pada masa kekinian.
e.       Kontemporer Costum yaitu busana yang respresentatif menonjolkan karakter secara esensial dan simbolis seta terkadang fantastis.

8.        Tata Suara
Tata suara adalah sebuah teknik pengaturan suara yang akan mempertajam pendengaran penonton dan pemeran teater/ alat yang sering digunakan adalah mikrofon sebagai bagian dari sound system yang berfungsi memperkeras suara. Secara umum jenis mikrofon yang digunakan untuk pementasan terdiri dari 6 jenis yaitu :
a.       Mikrofon omni/nondirectional; digunakan dari segala penjuru dengan hasil yang sama.
b.      Mikrofon Bidirectional; digunakan dari arah depan dan belakang.
c.       Mikrofon Unidirectional; digunakan dari arah depan.
d.      Mikrifon Meja/lantai; digunakan pada lantai atau meja.
e.       Mikrofon Lapel/wearless; digunakan oleh pemeran yang ditempel di dada/tanpa kabel.
f.       Mikrofon Bo om; dilengkapi dengan batang panjang yang bisa di atur jaraknya.

9.        Pencahayaan
Lighting adalah sebuah teknik menerangi (memberi pencahayaan total, menghilangkan area gelap) dan menyinari (memberi pencahayaan yang lebih spesifik). Pencahayaan akan membentuk situasi, mempertajam ekspresi dan menyinari gerak pemain sehingga penonton akan mampu fokus, sebagai pengubah satu peristiwa ke peristiwa yang lain. Secara umum jenis lampu yang digunakan untuk pementasan terdiri dari 4 jenis yaitu :
a.       Lampu Flood; digunakan sebagai penerangan yang utama untuk menerangi seluruh area pementasan biasanya dipasang di tengah atas panggung.
b.      Lampu Spot; digunakan untuk memberikan sinar intensif pada satu titik atau bidang tertentu, biasanya diletakkan di belakang penonton atau depan/bawah panggung.
c.       Lampu Strip; merupakan sederetan lampu yang terdiri dari warna primer sekunder (merah, hijau, kuning, biru, ungu) jenisnya dibagi menjadi open strip (lampu tanpa sekat) dan strip kompeartemen (memiliki sekat).
d.      Lampu ultra; digunakan untuk menghasilkan cahaya yang peka terhadap warna tertentu seperti warna violet yang peka pada warna putih.

10.    Penonton
Penonton bisa berarti penikmat atau pengamatan keberhasilan suatu pentas. Sampai sejauh ini teater modern lebih sedikit penontonnya tapi kualitas penikmatanya baik, kebalikan dengan teater tradisional yang untuk saat ini rata-rata penonton banyak akan tetapi sudah bukan penikmat keseluruhan pertunjukan, biasanya mereka hanya mengambil sisi totonan bukan tuntunannya sehingga banyak yang hanya menyaksikan dagelan (kethoprak) dan limbukan/gara-gara (wayang kulit/orang) sehingga mengaburkan pesan/esensi teater. Meskipun dalam pementasan untuk membahas dan menemukan esensi universal sebagai hasil inti penikmatan/menonton karya teater. Ada juga yang mensiasatinya dengan membuatkan katalog produksi teater yang diberikan kepada penonton sebagai pra kondisi untuk menyamakan persepsi penangkapan esensi drama pada awal pementasan, agaknya cara yang terakhir ini lebih mudah, efisien dan efektif dibanding cara yang pertama. Kehadiran penonton sangat penting dalam penilaian kesuksesan teater secara menyeluruh, hal ini bisa didapat dengan publikasi yang bagus, kualitas pemain yang apik, kerjasama yang baik dengan berbagai pihak dan pupularitas cerita/pemainnya.

F.       MENULIS NASKAH DRAMA
1.        Menentukan Bentuk Drama
Drama yang akan dipentaskan dalam teater cukup bervariasi anta lain :
a.       Dramatisasi dari peristiwa sejarah pengertian ini mengacu pada bentuk teks sejarah yang bisa dikembangkan dengan cara pikir pengarang/penulisnya sendiri. Dengan mengambil seting dan penokohan cerita sejarah akan lebih mudah dipahami masyarakat penikmat karena refrensi mereka tentang sejarah sudah ada dalam alam imaji penonton.
b.      Dramatisasi Puisi. Tidak semua puisi dapat di dramatisasikan, hanya teks puisi naratif dan deskreptif yang artinya memiliki alur cerita dan penokohan. Puisi primatif pun dapat dikembangkan menjadi bentuk prosa/uraian dan dibuat dramatisasi sepanjang penulis mampu menangkap esensi puisi tersebut.
c.       Dramatisasi cerpen lebih mudah dari dramatisasi puisi, karena cerpen telah memiliki esensi yang tersirat dari narasi fiksi diubah dalam teks drama.
d.      Menyadur atau mengadaptasi merupakan upaya kreatif karena mengalihkan bentuk budaya asal menjadi bentuk budaya baru atau memindahkan konteks setting/latar yang satu ke konteks seting latar yang lain. Akan tetapi ada persyaratan yan harus dipenuhi dalam menyadur yaitu :
-          Plot cerita tidak boleh berubah.
-          Karakterisasi pemeran dan situasi tidak boleh diubah.
-          Latar budaya sebagai setting harus diubah secara menyeluruh bukan sekedar nama dan tempat.
-          Konflik dalam teks asli memiliki kemungkinan terjadi pula dalam konteks konfliks yang diadaptasi (universal konflik).
e.       Menciptakan drama sendiri; adalah kreatifitas yang akan dituju. Menulis drama sendiri adalah salah satu tujuan penting dari upaya menghantar pemahaman tentang seni drama dan teater. Untuk mampu menciptakan drama sendiri kita akan pelajari lebih jauh pada materi berikut.

2.        Teknik Menulis Drama
Agak sulit menentukan dalam penyusunan teknik menulis sebuah naskah drama karena sampai saat ini belum ada ahli yang secara jelas menjelaskan urutan teknik menciptakan karya seni. Hal ini terjadi karena para seniman beranggapan bahwa karya drama bukanlah karya ilmiah yang memiliki aturan sestematika baku. Karya drama harus khas. Jika ada penulis drama yang menulis karyanya sama dengan sistematikan drama karya orang lain, ia bisa dianggap sebagai plagiator atau epigon. Namun paling tidak ada konvensi yang harus dipenuhi dalam upaya mendekati hasil yang universal. Konvensi yang dimaksud pada dasarnya adalah nilai-nilai yang terkandung dalam teks. Nilai intrinsik dan nilai ekstrensik yang merupakan satu kesatuan yang harus seimbang, sehingga kualitas drama akan dapat diakui oleh penikmat. Nilai intrinsik merupakan nilai bentuk naskah yang harus dapat ditangkap maksud dan kejelasanya dalam upaya penciptaan kesimpulan dan imaji baru oleh penikmat. Penulis memiliki kebebasan dalam menuangkan gagasan secara utuh sesuai dengan esensi yang ingin dicapainya, visi yang digunakan. Rancangan bangun konflik bebas dibuat oleh penulis. Kecuali pertimbangan etika, estetika dan puitika maka tidak ada yang dilarang dalam menulis drama.
Penulisan drama erat kaitannya dengan sastra dimana penulis harus mampu memilih kata (diksi), membangun imajinasi, irama, dan kesan. Hal itu bisa dicapai jika seorang penulis drama memiliki pengalaman batin dan pengalaman seni, yang hanya didapat dengan melibatkan diri dalam kehidupan seni dan kemanusiaan (dengan menonton, mendengar, membaca dan menikmati karya seni orang lain serta refrensii keilmuwan) adapun langkah-langkahnya antaralain :
(1)   Mengidentifikasikan tema
Subject master atau gagasan pokok adalah tujuan dan cara pandang visi seniman yang harus diteremahkan dalam bahasa, tema merupakan hal yang obyektif, tidak dibuat-buat dan jelas dan tegas sehingga akan mudah dipahami dan ditafsirkan oleh pembaca. Secara garis sederhana terdapat 5 klasifikasi tema yaitu :
a.       Pribadi (Physical) cenderung pada keadaan jasmani yang terfokus pada keadaan dan perasaan dirinya yang mempengaruhi tindakan pribadi.
b.      Moral (organic) menyangkut moralitas dan etika hubungan antar manusia.
c.       Sosial, meliputi hal-hal diluar permasalahan pribadi seperti, dalam lingkup yang heboh besar (kelompok) baik itu mengenai politik, ekonomi, hukum, budaya, pendidikan, propaganda.
d.      Egoik, menyangkut reaksi pribadi terhadap pengaruh sosial.
e.       keTuhanan (devile). Berkaitan dengan kondisi dan situasi religiusitas manusia.
Dalam kemampuan seorang penyusun tema terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi antara lain :
a.       Kekayaan imaji penulis : pengalaman dan pengetahuan membayangkan hal-hal yang ditulis
b.      Kecendikiawanan penulis : pemikiran yang matang dan tidak memihak sisi kehidupan
c.       Kearifan : pengungkapan diksi menimbulkan simpatik dan nasehat
d.      Originalitaas : cara berfikir dan cara pandang serta pengungkapan yang khas.
(2)   Menyusun struktur plot tidak akan pernah ada cerita tanpa plot. Plot merupakan rangkaian peristiwa yang saling berhubungan, saling mendukung, bagaimana sebuah plot dirangkai berdasar hukum kausalitas (sebab akibat) yang menimbulkan kenikmatan pembaca dan tercapainya visi dan misi cerita adalah tergantung skill penulis. Pada dasarnya sebuah cerita terbagi atas 3 bagian besar yaitu awal, tengah, dan akhir cerita. Seperti teori laku yang dikenalkan oleh Aristoteles (protasis, Epitaso, Catasis dan Catasthrope). Untuk itu perlu dipelajari kembali unsur-unsur drama.
(3)   Menciptakan tokoh dan karakterisasi. Sebuah plot akan berklembang jika ada konflik. Konflik akan muncul jika ada kehendak/aksi/action dan act akan muncul jika motif karakter yang berpern. Lalu bagaimana menciptakan karakter untuk mendukung plot? Aristoteles telah membagi dalam 4 jenis karakter. Untuk menentukan itu harus dimulai dar nama/julukan (identitas mewakili imaji fisik, psikis, latar belakang budaya, pendidikan). Profesi/kegiatannnya dan kebiasaanya.
(4)   Menciptakan konflik. Temukan sebuah motif yang berbeda satu tokoh dengan yang lain dalam memandang suatu nilai kehidupan, sehingga dalam cerita terjadi hubungan kasualitas (sebab akibat). Konflik akan mucul jika terjadi pergesekan motif, kepentingan, perbedaan cara pandang dan pertentangan ide. Kemudian konflik akan berkembang dengan konsekuensi atas motif masing-masing, tetapi harus tetap dalam koridor saling berhubungan dan aspek yang terakhir dan konflik adalh lebih pada bersifat surprise (kejutan) apakah penyelesaian oleh tokoh, oleh tritagonis, oleh alam, atau dikembalikan kepada penikmat seperti dalam kisah-kisah wayang kulit.
(5)   Menciptakan latar. Latar atau setting terbagi dalam 4 keluarga : (1) tempat (geografis), (2) waktu (siang malam), (3) sosio culture (status, budaya, intelektualitas, emosi, pendidikan dsb), (4) Religio (keyakinan, agama) dimana ruang konflik itu ada dan terjadi.
(6)   Bahasa dramatik. Bahasa adalah medium utama drama, naskah yang baik adalah yang dapat dikomunikasikan dengan pembaca, pemeran, sutradara, dan semua yang akan terlibat dalam proses teater. Bahasa dramatik adalah diksi untuk memperoleh effek penegasan terhadap konflik batin pemeran, mendukung motif, emosi, plot/tema/alur sehingga harus jelas, tegas efisien, efektif tidak bertele-tele atau bulet dan tidak membuka kesempatan permasalahan lain di luar konflik utama.

G.      ESENSI DRAMA
Ada tiga unsur utama untuk menentukan sebuah karya seni yaitu seniman, hasil karya materiil/spirituil dan masyarakat. Yang akan menjadi bentuk peristiwa seni. Peristiwa seni dalam teater diarahkan untuk menumbuhkan pengalaman seni. Pengalaman seni adalah pemahaman nilai-nilai moral, spiritual dan visi pencipta yang disampaikan oleh teater. Sehingga menumbuhkan sikap dan keputusan pribadi dalam diri penikmat dalam menghadapi konflik yang dipentaskan dalam teater. Sebagai contoh marilah kita identifikasi esensi sebuah cerita drama.

H.      MENAGEMENT PERTUNJUKAN TEATER
Mempersiapkan sebuah pementasan drama atau teater merupakan saat yang sulit yang harus dilalui oleh semua orang yang terlibat dalam penggarapan Teater. Mempersiapkan sebuah teater adalah menciptakan dunia tersendiri, dunia dimana kolektivitas adalah roh yang menghidupinya. Sebagai sebuah seni pertunjukan yang memiliki unsur dan fungsi maka teater merupakan kegiatan kolektif. Sebagai bentuk karya seni melibatkan kinerja berbagai disiplin ilmu antara lain seni sastra (naskah), rupa (design, busana, background, rias, properti), musik (komposisi iringan, vokal), tari (koreografi), manajemen (publikasi, jadwal, pendanaan, panggung), peran (ackting, bloking, perwatakan, mimik), komposisi pentas  (Sound sistem, pencahayaan), tata tempat (penonton) sehingga teater sebagai sebuah kerja kolektif masing-masing bidang mempunyai peran yang sama pentingnya. Sehingga sukses dan tidaknya sebuah teater tidak hanya tergantung pada pemeran dan sutradara tetapi lebih sebagai peran maksimal semua disiplin ilmu yang ada di dalamnya termasuk penonton.
Dalam mempersiapkan produksi teater seorang sutradara sebagai tokoh sentral dari sebuah produksi teater sekaligus penanggungjawab dan seniman sebuah karya teater setidaknya harus ada 2 komponen besar yang membantu untuk bekerja bersama dengan yang berkesinambungan yaitu :
1.        Managemen Produksi (manager Production)
a.         Ketua (bertanggung jawab atas keseluruhan kegiatan management produksi).
b.        Sekretaris (surat menyurat, proposal, mencatat kegiatan, agenda).
c.         Bendahara (mengurus pemasukan, pengolahan dan pengeluaran uang).
d.        Koordinator Latihan (penjadwalan, tata tertib, komunikasi).
e.         Sie publikasi (materi design publikasi, promosi).
f.         Sie Spnsorship (menggali sumber keuangan).
g.        Sie Dokumentasi (pengadaan foto, penyimpanan arsip, pra sampai dengan pasca produksi).
h.        Sie konsumsi (menyajikan kondumsi pra sampai dengan pasca produksi)
i.          Sie tempat (mempersiapkan lokasi, setting tempat penonton dan stage)
j.          Sie transportasi (mempersiapkan dan menjalankan alat transportasi)


2.        Managemen Artistic
a.         Sie panggung (mempersiapkan bentuk dan ukuran panggung).
b.        Sie Dekorasi dan properti (mempersiapkan materi background stage sesuai adegan dan pengadaan properti yang diperlukan dalam pementasn).
c.         Sie Rias Costum (menyiapkan, menata busana dan rias wajah/tubuh pemeran).
d.        Sie Lighting (menyiapkan, menjalankan pencahayaan stage dan loksai pentas).
e.         Sie sond system (menyiapkan dan mengoprasikan sound system).

3.        Managemen Pendukung apabila diperlukan
Misalnya tata acara, MC, penerima Tamu, undangan, penonton, penjaga karcis, keamanan, P3K, accountan publik.





0 comments:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.

Mengenai Saya

Foto Saya
Oemah Wayang Klaten
Lihat profil lengkapku

Chat

Art & Artist Blogs - BlogCatalog Blog Directory


Kerjasama Bareng :

Kerjasama Bareng :


Blogger templates