Jadwal Kursus OW

Dalang Cilik : Hari Kamis, dan Sabtu jam 16.00 s/d selesai.
Dalang Dewasa : Hari Sabtu, jam 20.00 s/d selesai.
Kethoprak : Hari Kamis, jam 20.00 s/d selesai.

Salam Budaya,,

SENI RUPA TERAPAN JAWA

Rabu, 06 November 2013

SENI RUPA TERAPAN

Seni rupa terap sering disebut juga sebagai seni kria, yaitu paduan antara seni dan ketrampilan. Seni terapan mulai berkembang pesat setelah jaman kemerdekaan Bangsa Indonesia, meskipun bangsa Indonesia adalah salah satu bangsa yang telah mempunyai peradaban tinggi di bidang seni rupa terapan sebelum pengaruh barat masuk ke Indonesia. Dalam mempelajari seni rupa terapan akan kita intregasikan dengan karya seni rupa terapan tradisional. Karya seni rupa terapan yang kita kenal di daerah kita terbagi dalam 4 jenis karya terapan yaitu : Kaligrafi, Desain, Kria, dan Produk Industri. Terkait dengan pembelajaran seni budaya berbasis local (genius local seource) kita akan terapkan dengan materi contoh karya rupa terapan tradisional yang ada di daerah Jawa Tengah.

A. KALIGRAFI
Huruf adalah media utama sebuah karya Kaligrafi. Di Jawa, karya ini sudah pernah ada namun mulai berkembang pesat sejak budaya Islam masuk di Indonesia. Kaligrafi dalam pengertian khusus indentik dengan huruf Arab, akan tetapi di Jawa ada juga kaligrafi huruf Jawa dan zaman mutakir ini huruf internasional juga sudah ada.

Contoh kaligrafi dari huruf arab :







Contoh kaligrafi huruf Jawa :





B. DESAIN TRADISIONAL
1. Arsitektur Rumah Jawa
Desain eksterior adalah gambar dan proses rancang bangun sebuah bentuk bangunan secara keseluruhan yang juga memperhatikan disiplin ilmu lain (material, kontruksi, kebudayaan lingkugan hidup). Masyarakat Nusantara membuat bangunan dalam berbagai fungi yaitu (1) tempat tinggal, (2) lumbung padi, dan (3) tempat beribadah.
Di Jawa Tengah terdapat rumah Joglo yang berfungsi sebagai tempat ibadah sekaligus sebagai ciri khas budaya masyarakatnya. Sebagai contoh masjid Demak yang struktur bangunannya sangat dekat dengan dtruktur rumah Joglo.

(Masjid Demak)

Di dalam masyarakat Jawa, baik sebagai sentana, abdi maupun kawula dalem, walaupun tidak tertulis secara tradisional tidak dibenarkan melakukan pelanggaran terhadap pranata-pranata sosial masyarakat. Misalnya tata aturan sopan-santun, tingkah laku, gaya hidup, tata cara pergaulan dan rumah tempat tinggal pun termasuk dalam aturan tersebut dan dibuat secara hirarkis.

Rumah Jawa dalam suasana kehidupan feodal misalnya tidak dibenarkan membangun rumah tempat tinggal (dhatulaya istana) dengan menggunakan bangunan limasan atau Joglo atau kampung tetapi sebaiknya menggunakan bangunan sinom mangkurat untuk Sasana Prabasuyasa. Bangunan limasan atau joglo hanyalah untuk bangunan pelengkap saja. Misalnya untuk kantor, ruang pertemuan, perlengkapan, paseban dan sejenisnya. Aturan tersebut didasarkan pada kedudukan sosial pemiliknya yang merupakan simbol status bagi pemilik golongan raja, yogiswara, abdi dalem dan sentana dalem. Mengapa demikian? Karena golongan ini dianggap sebagai golongan penguasa dan bahkan suci, maka bangunan umah tempatnya harus meniru bangunan suci, tinggi (seperti gunung suci; besar (seperti dunia yang luas); bersekat-sekat seperti candi, pura ataupun bangunan suci lainnya. Bentuk bangunan rumah dikompleks istana (dhatulaya) dalam batas-batas tertentu boleh dicontoh oleh para sentana dan abdi dalem, tetapi dilarang bagi kawula dalem.

Kita ketahui bahwa bangunan pokok rumah adat Jawa ada lima macam yaitu Panggung pe, kampung, limas, joglo dan tajug. Namun dalam perkembangannya, jenis tersebut masih tetap berpola dasar bangunan rumah adat Jawa hanya bangunan dasarnya masih tetap berpola dasar bangunan yang lima tersebut. 

Gambar pola rumah Jawa :

 (Kampung)

 (Limasan)

(Joglo)


 (Tajug)


Dalam bangunan rumah adat Jawa tersebut ditentukan ukuran, kondisi perawatan rumah, kerangka dan ruang-ruang di dalam rumah serta situasi di sekeliling rumah yang dikaitkan dengan status pemiliknya. Di samping itu, latar belakang sosial, dan kepercayaannya ikut berperan, agar memperoleh ketentraman, kesejahteraan, kemakmuran, maka sebelum membuat rumah baru, tidak dilupakan adanya sesajen yaitu benda-benda tertentu yang disajikan untuk badan halus, dahnyang desa, kumulan desa dan sebagainya, agar dalam usaha pembangunan rumah baru tersebut memperoleh keslamatan.
Dalam masyarakat Jawa, susunan rumah dalam sebuah rumah tangga terdiri dari beberapa bangunan rumah. Bangunan rumah tersebut terdiri dari
(1) Pendhapa, terletak di depan rumah tempat tinggal,
digunakan untuk menerima tamu.
(2) Omah buri digunakan untuk rumah tempat tinggal,
(3) Senthong adalah kamar tempat tidur,
(4) Pringgitan, terletak diantara rumah belakang dan pendhapa. Pringgitan ialah tempat yang digunakan untuk pementasan pertunjukan wayang kulit, bila yang bersangkutan mempunyai hajat kerja. Dalam pertunjukan tersebut tamu laki-laki ditempatkan di pendhapa sedang tamu wanita ditempatkan di rumah belakang. Susunan rumah demikian mirip dengan susunan rumah istana Hindu Jawa, misalnya Istana Ratu Boko di dekat Prambanan.

Berukit adalah skema susunan rumah orang Jawa :


Bagi warga masyarakat umum (kawula dalem) yang mampu, disamping bangunan rumah tersebut sebagai tenpat tinggalnya masih dilengkapi dengan bangunan lainnya misalnya.
(1) Lumbung, tempat menyimpan padi dan hasil bumi lainnya. Biasanya terletak di sebelah kiri atau kanan Pringgitan. Letaknya agak berjauhan.
(2) Dapur/pawon terletak di sebelah kiri rumah belakang (omah buri.), tempat memasak.
(3) Lesung, tempat menumbuk padi. Terletak di samping kiri atau kanan rumah belakang (pada umumnya terletak di sebelah belakang).
(4) Kandang, tempat untuk binatang ternak (sapi, kerbau, kuda, kambing, angsa, itik ayam dan sebagainya). Untuk ternak besar disebut kandang untuk ternak unggas ada sarong (ayam), kombong (itik, angsa); untuk kuda disebut gedhogan. Kandang bisa terdapat di sebelah kiri pendapa, namun ada pula yang diletakkan di muka pendhapa dengan disela oleh halaman yang luas. Gedhogan biasanya menyambung ke kiri atau kanan kandhang. Sedang untuk sarong atau kombong terletak di sebelah kiri jauh dari pendhapa.
(5) Peranginan, ialah bangunan rumah kecil biasanya diletakkan di samping kanan agak berjauhan dengan pendapa. Peranginan ini bagi pejabat desa bisa dibunakan untuk markas ronda atau larag, dan juga tempat bersantai untuk mencari udara segar dari pemiliknya.
(6) Kemudian terdapat bangunan tempat mandi yang disebut jambang, berupa rumah kecil ditempatkan di samping dapur atau belakang samping kiri atau kanan rumah belakang. Demikian pula tempat buang air besar/kecil dan kamar mandi dibuatkan bangunan rumah sendiri. Biasanya untuk WC ditempatkan agak berjauhan dengan dapur, rumah belakang, sumur dan pendhapa.
(7) Regol, yaitu Pintu msuk pekarangan sering dibuat Regol. Demikian sedikit variasi bangunan ruah adat Jawa yang lengkap untuk sebuah keluarga. Hal tersebut sangat bergantung pada kemampuan keluarga. Besar kecilnya maupun jenis bangunannya dibuat menurut selera serta harus diingat status sosial pemiliknyya di dalam masyarakat. Untuk dindingnya menggunakan gedheg (anyaman kulit bammabu), gebyok (ari papan kayu dan Patangaring (Gedheh yang dibingkai kayu).

 (Gedheg)

(Gebyok)


C. BATIK
Bentuk rancangan yang menggunakan media kain yang berisi motif kain dengan disesuaikan jenis kain,, tenunan dan bahan-bahan kimia yang digunakan. Untuk menyusun motif atau design tekstil, seniman harus memiliki kemampuan teknis atas bahan=bahan dan teknologi pendukungnya yang akan digunakan dalam mengaplikasikan karya/idenya. Design tekstil dibuat secara manual (tenun), semimanual (cap) dan mesin cetak/printing. Masing-masing memiliki kelebihan dan kekuranganya. Di Jawa Tengah banyak desain tekstil yang menggunakan manual (tenun). Di Kabupaten Klaten memiliki lurik Pedan yang terkenal. Salah satu motif design tekstil yang membnggakan dan terkenal di dunia adalah motif bathik.

Bathik telah menjadi bagian dari kekayaan seni rupa tradisional Nusantara, jauh sebelum masuknya islam. Mitos awal tentang batik sudah ada sejak sekitar tahun 700  Mitos tersebut bercerita tentang istri Pangeran Jenggala, Lembu Ami Luhur. Dia seorang putri dari Coromandel. Ia mengajari orang Jawa menenun, membatik dan mewarnai kain. Sejak itu kain batik dengan berbagai motif tertentu menjadi bagian dari identitas busana dan budaya Raja, permaisuri dan keluarga istana pada masa kejayaan Hindu. Namun catatan tetrtulis tentang batik baru mundul pada tahun 1518, di wilayah Galuhdi wilayah Barat laut Jawa. Pada masa Islam batik terus berkembang terutama dalam kekayaan motif dan arti perlambangannya. Pada masa Islam batik terus berkembang, terutama dalam kekayaan motif dan arti perlambangannya. Pada masa Islam motif animisme dan Hinduisme yang mundul pada masa kerajaan Hindu diperkaya dengan motif Kaligrafi Arab, Masjid, Kakbah, dan permadani, di samping itu moif Cina sangatt kenral pada motif batik. Dalam sebuah cerita disebutkan bahwa Sultan Agung, Raja Islam pertama Mataram (1613-1645) memakai batik dengan motif burung Huk. Dalam mitologi Cina, burung Huk melambangkan keberuntungan. Pada masa Islam dan masa sebelumnya, tradisi batik memang cenderung menjadi bagian dari tradisi istana. Namun dalam perkembangannya, ketika nilai-nilai keistanaan meluntur, nilai-nilai batik menjadi memasyarakat. Batikpun dibuat dan dipakai oleh banyak kalangan, Hasanudin dalam bukunya yang berjudul Batik Pesisiran menyebutkan bahwa kegiatan membatik didasarkan pada lima motivasi dasar yaitu : (1) membatik sebagai kegiatan sambilan wong cilik, (2) komoditas, (3) tradisi kalangan bangsawan, (4) sebagai saha dagang orang Cina dan Indo Belanda yang ragam hiasa dang fungsinya diperuntukkan bagi kalangan terbatas, (5) sebagai kebutuhan seni atau desain dngan konsep kontemporer. Pada abad 18 dan 19, perdagagan batik di Indonesia berkembang pesat.
Batik berasal dari kata Mbat (membuat garis) dan nitik (membuat titik). Propinsi Jawa Tengahjuga memiliki bathik yang khas dan telah terkenal sampai ke luar negeri, bahkan telah diakui oleh masyrakat Internasional sebagai salah satu warisan budhaya adi luhung kebendaan. Adapun pembuatannya secara umum dikenal dengan
(1) Batik Tulis
(2) Batik Cap


Contoh batik tulis :


Contoh batik Cap :


Selain itu pada jaman sekarang muncul cara pembuatan batik  menggunakan mesin print. Batik ini lazim disebut dengan batik printing.
Contoh batik printing :

Ketiga jenis batik tersebut banyak dijumpai di pasaran. Apalagi dengan menjamurnya batik China yang membanjiri pasar batik Indonesia. Sehingga kita harus jeli dalam memilih batik. Jangan sampai salah beli, karena ketiga jenis batik tersebut memiliki perbedaan nilai yang signifikan.
Berikut saya uraikan cara membedakan batik tulis, batik cap, dan batik printing:
(1) Batik Tulis :
1. Digambar secara manual, menggunakan tangan dengan menggunakan canting.
2. Antara ornamen yang satu dengan ornamen lainnya agak berbeda walaupun bentuknya sama. Tidak bisa sama persis, karena dibuat secara manual menggunakan tangan.
3. Bentuk isen-isen relatif rapat, rapih, dan tidak kaku. Apalagi jika pembatiknya telaten dan rajin, hasilnya juga lebih rapi.
4. Gambar batik tembus pada kedua sisi kain.
5. Biasanya memiliki aroma yang khas, karena kainnya diwarnai dengan pewarna alam,seperti kulit kayu, kayu tingi (hitam), kayu teger (kuning), kayu jambal (coklat), daun Tom dan akarnya (biru). Tapi jika pewarna yang digunakan bukan pewarna alam, aroma khas tidak muncul.
6. Waktu yang dibutuhkan untuk pembuatan batik tulis relatif lebih lama. Pengerjaan batik tulis yang halus bisa memakan waktu 3 hingga 6 bulan lamanya. Lamanya pengerjaan tergantung pada tingkat kerumitan motifnya. Makin rumit motifnya, tentu saja membutuhkan waktu lebih lama untuk pengerjaannya.
7. Harganya relatif lebih mahal, karena proses pengerjaannya rumit, dari segi kualitas juga lebih bagus, eksklusif, dan merupakan karya personal.
(2) Batik Cap :
1. Dibuat dengan menggunakan cap, namun masih tetap menggunakan teknik batik (malam sebagai bahan perintang warna).
2. Antara ornamen yang satu dengan ornamen lainnya pasti sama. Karena menggunakan alat bantu cap, sehingga memungkinkan untuk mendapatkan hasil motif ornamen yang seragam.
3. Ukuran garis motif relatif lebih besar dibandingkan dengan batik tulis.
4. Namun bentuk isen-isen tidak rapi, agak renggang dan agak kaku. Apabila isen-isen agak rapat maka akan terjadi mbeleber (goresan yang satu dan yang lainnya menyatu, sehingga kelihatan kasar).
5. Gambar batik tembus pada kedua sisi kain.
6. Warna dasar kain biasanya lebih tua dibandingkan dengan warna pada goresan motifnya. Hal ini disebabkan batik cap tidak melakukan penutupan pada bagian dasar motif yang lebih rumit seperti halnya yang biasa dilakukan pada proses batik tulis.
7. Waktu yang dibutuhkan untuk sehelai kain batik cap lebih cepat dibanding batik tulis.
8. Harga batik cap relatif lebih murah dibandingkan dengan batik tulis. Karena kualitasnya masih kalah dengan batik tulis, diproduksi semi massal, sehingga kurang istimewa dan kurang eksklusif.
Spoiler for contoh batik cap

(3)  Batik Printing :
1. Pengerjaannya dengan menggunakan mesin. Tidak menggunakan teknik batik. Tidak menggunakan malam sebagai bahan perintang warna.
2. Teknik yang digunakan, teknik cetak layaknya industri tekstil. Tidak jarang menggunakan mesin cetak yang komputerise.
3. Ornamen bisa sama, bisa tidak, karena tergantung desain batik yang akan ditiru.
4. Batik printing biasanya meniru motif batik yang sudah ada.
5. Namun Karena proses pengerjaannya satu muka saja, maka warna batik printing tidak tembus di sisi baliknya.
6. Waktu pengerjaannya lebih cepat. Merupakan industri massal, sehingga tidak memiliki nilai eksklusifitas sama sekali.
7. Harga lebih murah daripada kedua jenis batik diatas.

Adapun motif batik yang di kenal di daera Jawa Tengah antara lain : Pamiluto, parang curigo, parang jenggot, parangkusuma, sri nugraha, truntum dsb.

Berikut contoh-contoh batik gaya Yogya:(Diambil darihttp://dunianyamaya.wordpress.com)

Bledak Sidoluhur Latar Putih
Kegunaan Bledak Sidoluhur Latar Putih : Upacara Mitoni ( Upacara Masa 7 Bulan bagi Pengantin Putri saat hamil pertama kali)
Filosofi Bledak Sidoluhur Latar Putih : Yang menggunakan selalu dalam keadaan gembira.

Cakar Ayam
Kegunaan batik motif Cakar Ayam : Upacara Mitoni, Untuk Orang Tua Pengantin pada saat Upacara Tarub, siraman.
Filosofi batik motif Cakar Ayam : Cakar ayam melambangkan agar setelah berumah tangga sampai keturunannya nanti dapat mencari nafkah sendiri atau hidup mandiri.

Cuwiri
Kegunaan batik Cuwiri : Mitoni, menggendong bayi
Filosofi batik Cuwiri : Cuwiri= bersifat kecil-kecil, Pemakai kelihatan pantas/ harmonis.

Grageh Waluh
Kegunaan batik Grageh Waluh : Harian (bebas)
Filosofi batik Grageh Waluh  : Orang yang memakai akan selalu mempunyai cita-cita atau tujuan tentang sesuatu.

Grompol
Kegunaan batik Grompol : Dipakai oleh Ibu mempelai puteri pada saat siraman
Filosofi batik Grompol : Grompol, berarti berkumpul atau bersatu, dengan memakai kain ini diharapkan berkumpulnya segala sesuatu yang baik-baik, seperti rezeki, keturunan, kebahagiaan hidup, dll.

Harjuno Manah
Kegunaan batik Harjuna Manah : Upacara Pisowanan / Menghadap Raja bagi kalangan Kraton
Filosofi batik Harjuna Manah : Orang yang memakai apabila mempunyai keinginan akan dapat tercapai.

Jalu Mampang
Kegunaan batik Jalu Mampang : Untuk menghadiri Upacara Pernikahan
Filosofi batik Jalu Mampang : Memberikan dorongan semangat kehidupan serta memberikan restu bagi pengantin.

Jawah Liris Seling Sawat Gurdo
Kegunaan batik Jawah Liris Seling Sawat Gurdo : Berbusana
Filosofi batik Jawah Liris Seling Sawat Gurdo : Jawah liris=gerimis

Kasatrian
Kegunaan batik Kasatrian : Dipakai pengiring waktu upacara kirab pengantin
Filosofi batik Kasatrian : Si pemakai agar kelihatan gagah dan memiliki sifat ksatria.

Kawung Picis

Kegunaan batik Kawung Picis : Dikenakan di kalangan kerajaan
Filosofi batik Kawung Picis : Motif ini melambangkan harapan agar manusia selalu ingat akan asal-usulnya, juga melambangkan empat penjuru ( pemimpin harus dapat berperan sebagai pengendali kea rah perbuatan baik). Juga melambangkan bahwa hati nurani sebagai pusat pengendali nafsu-nafsu yang ada pada diri manusia sehingga ada keseimbangan dalam perilaku kehidupan manusia.

Kembang Temu Latar Putih
Kegunaan batik Kembang Temu Latar Putih : Bepergian, pesta
Filosofi batik Kembang Temu Latar Putih : Kembang temu = temuwa. Orang yang memakai memiliki sikap dewasa (temuwa).

Klitik
Kegunaan batik Klitik : Busana Daerah
Filosofi batik Klitik : Orang yang memakai menunjukkan kewibawaan.

Latar Putih Cantel Sawat Gurdo
Kegunaan batik Latar Putih Cantel Sawat Gurdo : Busana Daerah
Filosofi batik Latar Putih Cantel Sawat Gurdo : Bila dipakai menjadikan wibawa.

Lerek Parang Centung
Kegunaan batik Lerek Parang Centung: Mitoni, dipakai pesta
Filosofi batik Lerek Parang Centung : Parang centung = wis ceta macak, kalau dipakai kelihatan cantik (macak).

Lung Kangkung
Kegunaan batik Lung Kangkung : Pakaian harian
Filosofi batik Lung Kangkung : Lung (Pulung), aslinya dengan memakai kain tersebut akan mendatangkan pulung (rezeki)

Nitik
Kegunaan batik Nitik : Busana daerah
Filosofi batik Nitik : Orang yang memakai adalah bijaksana, dapat menilai orang lain.

Nitik Ketongkeng
Kegunaan batik Nitik Ketongkeng : Bebas
Filosofi batik Nitik Ketongkeng : Biasanya dipakai oleh orang tua sehingga menjadikan banyak rejeki dan luwes pantes.

Nogo Gini
Kegunaan batik Nogo Gini : Upacara temanten Jawa (Gandeng temanten)
Filosofi batik Nogo Gini : Apabila memakai kain tersebut kepada pengantin akan mendapatkan barokah (rezeki).

Nogosari
Kegunaan batik Nogosari : Untuk upacara mitoni
Filosofi batik Nogosari : Nogosari nama sejenis pohon, motif batik ini melambangkan kesuburan dan kemakmuran.

Parang Barong
Kegunaan batik Parang Barong : Dipakai oleh Sultan/Raja.
Filosofi batik Parang Barong : Bermakna kekuasaan serta kewibawaan seorang Raja.

Parang Bligon, Ceplok Nitik Kembang Randu
Kegunaan batik Parang Bligon, Ceplok Nitik Kembang Randu : Menghadiri Pesta
Filosofi batik Parang Bligon, Ceplok Nitik Kembang Randu : Parang Bligo = bentuk bulat berarti kemantapan hati.
Kembang Randu = melambangkan uang si pemakai memiliki kemantapan dalam hidup dan banyak rejeki.

Parang Curigo, Ceplok Kepet
Kegunaan batik Parang Curigo, Ceplok Kepet : Berbusana, menghadiri pesta
Filosofi batik Parang Curigo, Ceplok Kepet : Curigo = keris, kepet = isis
Si pemakai memiliki kecerdasan, kewibawaan serta ketenangan.

Parang Grompol
Kegunaan batik Parang Grompol : Busana daerah
Filosofi batik Parang Grompol : Orang yang memakai akan mempunyai rezeki yang banyak.

Parang Kusumo Ceplok Mangkoro
Kegunaan batik Parang Kusumo Ceplok Mangkoro : Berbusana pria dan wanita
Filosofi batik Parang Kusumo Ceplok Mangkoro : Parang Kusumo = Bangsawan
Mangkoro = Mahkota
Pemakai mendapatkan kedudukan, keluhuran dan dijauhkan dari marabahaya.

Parang Nitik
Kegunaan batik Parang Nitik : Busana daerah
Filosofi batik Parang Nitik : Orang yang memakai menjadi luwes dan pantes.

Parang Tuding
Kegunaan batik Parang Tuding : Mitoni, menggendong bayi
Filosofi batik Parang Tuding : Parang = batu karang, Tuding = ngarani = menunjuk, menunjukkan hal-hal yang baik dan menimbulkan kebaikan.

Peksi Kurung
Kegunaan batik Peksi Kurung : Busana daerah
Filosofi batik Peksi Kurung : Orang yang memakai menjadikan gagah/berwibawa dan mempunyai kepribadian yang kuat

Prabu Anom/Parang Tuding
Kegunaan batik Prabu Anom/Parang Tuding : Upacara mitoni
Filosofi batik Prabu Anom/Parang Tuding : Agar si pemakai mendapatkan kedudukan yang baik, awet muda dan simpatik.

Sapit Urang
Kegunaan batik Sapit Urang : Koleksi lingkungan Kraton
Filosofi batik Sapit Urang : Orang yang memakai mempunyai kepribadian yang baik dan hidupnya tidak sembrono.

Sekar Asem
Kegunaan batik Sekar Asem : Pakaian upacara adat Jawa
Filosofi batik Sekar Asem : Asem (mesem : senyum)
Orang yang memakai akan selalu hidup bahagia dan bersikap ramah.

Sekar Keben
Kegunaan batik Sekar Keben : Pakain harian kalangan abdi dalem Kraton
Filosofi batik Sekar Keben : Orang yang memakai akan memiliki pandangan yang luas dan selalu ingin maju.

Sekar Manggis
Kegunaan batik Sekar Manggis : Upacara tradisional Jawa
(misal : mitoni)
Filosofi batik Sekar Manggis : Dengan memakai kain motif tersebut, akan memberikan kesan luwes/ manis bagi si pemakai.

Sekar Polo
Kegunaan batik Sekar Polo : Dipakai untuk sehari-harian.
Filosofi batik Sekar Polo : Orang yang memakai akan dapat memberikan dorongan/pengaruh kepada orang lain.

Semen Gurdo
Kegunaan batik Semen Gurdo : Untuk pesta, busana daerah
Filosofi batik Semen Gurdo : Agar si pemakai mendapatkan berkah dan kelihatan berwibawa.

Semen Kuncoro
Kegunaan batik Semen Kuncoro : Pakaian harian Kraton
Filosofi batik Semen Kuncoro : Kencono (bahasa Jawa: muncar)
Orang yang memakai akan memancarkan kebahagiaan.

Semen Mentul
Kegunaan batik Semen Mentul : Dipakai untuk harian
Filosofi batik Semen Mentul : Orang yang memakai umumnya tidak mempunyai keinginan yang pasti.

Semen Romo Sawat Gurdo
Kegunaan batik Semen Romo Sawat Gurdo : Busana daerah
Filosofi batik Semen Romo Sawat Gurdo : Dipakai menjadikan macak (menarik)

Semen Romo Sawat Gurdo Cantel
Kegunaan batik Semen Romo Sawat Gurdo Cantel : mitoni, dipakai pesta
Filosofi batik Semen Romo Sawat Gurdo Cantel : Agar selalu mendapatkan berkah Tuhan.

Sido Asih
Kegunaan batik Sido Asih : Bebas
Filosofi batik Sido Asih : Pemakai akan disenangi (Jawa: ditresnani) oleh banyak orang.

Sido Asih Kemoda Sungging
Kegunaan batik Sido Asih Kemoda Sungging : Mitoni, menggendong bayi
Filosofi batik Sido Asih Kemoda Sungging : Sido = Jadi, Asih = sayang. Agar disayangi setiap orang.

Sido Asih Sungut
Kegunaan batik Sido Asih Sungut : Temanten panggih
Filosofi batik Sido Asih Sungut : Sido berarti jadi, asih berarti sayang, ragam hias ini mempunyai makna agar hidup berumah tangga selalu penuh kasih sayang.

Sido Mukti Luhur
Kegunaan batik Sido Mukti Luhur : Mitoni, menggendong bayi
Filosofi batik Sido Mukti Luhur : Sido Mukti, berarti gembira, kebahagiaan untuk mengendong bayi sehingga bayi merasakan ketenangan, kegembiraan,dll.

Sido Mukti Ukel Lembat
Kegunaan batik Sido Mukti Ukel Lembat : Temanten panggih
Filosofi batik Sido Mukti Ukel Lembat : Orang yang memakai akan menjadi mukti.

Slobog
Kegunaan batik Slobog : Dipakai pada upacara kematian, dipakai pada upacara pelantikan para pejabat pemerintahan.
Filosofi batik Slobog : -Melambangkan harapan agar arwah yang meninggal mendapatkan kemudahan dan kelancaran dalam perjalanan menghadap Kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, sedangkan keluarga yang ditingalkan juga diberi kesabaran dalam menerima cobaan kehilangan salah satu keluarganya.
- Melambangkan harapan agar selalu diberi petunjuk dan kelancaran dalam menjalankan semua tugas-tugas yang menjadi tangung jawabnya.

Soko Rini
Kegunaan batik Soko Rini : Mitoni, menggendong bayi
Filosofi batik Soko Rini : Soko = orang, Rini = senang, Pemakai mendapatkan kesenangan kukuh dan abadi.

Tambal Kanoman
Kegunaan batik Tambal Kanoman : Dipakai orang muda, terutama untuk tingalan tahun (ulang tahun)
Filosofi batik Tambal Kanoman : Si pemakai akan kelihatan pantas/luwes dan banyak rejeki.

Tirta Teja
Kegunaan batik Tirta Teja : Berbusana
Filosofi batik Tirta Teja : Tirta = air, teja = cahaya. Si pemakai “gandes luwes” dan bercahaya.

Tritik Jumputan
Kegunaan batik Tritik Jumputan : Busana daerah
Filosofi batik Tritik Jumputan : Orang yang memakai menjadi luwes dan pantes.

Truntum Sri Kuncoro
Kegunaan batik Truntum Sri Kuncoro : Untuk orang tua pengantin pada waktu upacara panggih.
Filosofi batik Truntum Sri Kuncoro : Truntum berarti menuntun, sebagai orang tua berkewajiban menuntun kedua mempelai memasuki hidup baru atau berumah tangga yang banyak liku-likunya.

Udan Liris
Kegunaan batik Udan Liris : Busana daerah
Filosofi batik Udan Liris : Orang yang memakai bisa menghindari hal-hal yang kurang baik.

Wahyu Tumurun
Kegunaan Wahyu Tumurun : Busana daerah
Filosofi Wahyu Tumurun : Agar si pemakai mendapatkan wahyu (anugerah).

Wahyu Tumurun Cantel
Kegunaan batik Wahyu Tumurun Cantel : Dipakai Pengantin pada waktu panggih
Filosofi batik Wahyu Tumurun Cantel : Wahyu berarti anugerah, temurun berarti turun, dengan menggunakan kain ini kedua pengantin mendapatkan anugerah dari yang Maha Kuasa berupa kehidupan yang bahagia dan sejahtera serta mendapat petunjukNya.


Berikut adalah jenis batik gaya Surakarta :

(Alas-alasan)
(Batik Sawat)





Adapun proses pembuatan bathik tulis dilakukan dengan minimal tahapan sebagai berikut:
a. Kain mori atau katun direbus dengan menggunakan soda abu (meang/jerami) yang telah bersih dari zat penghambat, lilin, dan rempah-rempah untuk memudahkan penyerapan zat pewarna ;a; keringkan.
b. Buat pola batik dengan menggunakan pensil/ arang kecil/
c. Siapkan canthing ( 6ukuran) wajan untuk mencairkan lilin malam tungku pemanas dan gawangan.
d. Tuangkan malam yang dipanaskan agar cair pada canthing kemudian tuliskan mengikuti pola yang sudah dibuat pada kain.
e. Pewarnaan menggunakan teknik celup dingin dengn zat pewarna Napthol atau zat berasal dari alam misalnya warna merah menggunakan kulit pohong mengkudu yang direndam air, biru dari pohon nila, yang pengaktifannya menggunakan tanah liat. Pewarnaan dilakukan berulang-ulang dengna perendman urutannya adlah warna yang muda kemudian arna yang lebih tua, semakin banyak warna yang digunakan maka semakin banyak pencekupannya.
f. Setelah selesai pewarnaan, maka proses penghilangan lilin (lorod menggunakan pisau atau logam. Kemudian direbus dalam air mendidih keringkan.

D. BUSANA KEJAWEN
Adalah bidang keilmuwan yang khusu merancang model busana/pakaian yang didalamnya harus mengingat faktor-faktor antara lain :
1. Personal : jenis kelamin, usia, bentuk tubuh pemakai, warna kulit.
2. Situasi pemakaian : resmi, santau, semi.
3. Kelas sosial : bahan, identitas kelompok.
Di daerah Jawa Tengah memiliki fashion tradisional yang dikenal dengan sebutan ageman/sandangan/busana. Ada ungkapan orang Jawa “ajining raga gumantungsaka busana”. Adapun pakaian tradisional Jawa secara umum terdiri dari :
1. Laki-laki : mit/blangkon, atela, beskap, dakwo, jarik, selop, epek, timang, sabuk.
2. Perempuan : Kotang, kemben, streples, dodot, kebaya, jarik, selop.

E. KRIYA
Seni kriya merupakan karya seni Indonesia ahli yang memiliki akar kuat dan memiliki ciri khas eksotik dan unik. Pembagian seni kriya biasanya berdasarkan bahan dan teknik pembuatannya. Bahan terdiri atas kayu, logam, bambu, rotan. Teknik pembuatannya : pahat, ukir, wudulan, tuang cor, anyaman. Adapun karya kriya tradisional antara lain
1. Tanah Liat atau keramik
Berasal dari bahasa Yunani keramikos yang artinya bentuk dari tanah liat yang telah mengalami pembakaran. Pada masyarakat tradisional bahan-bahan keramik sering disebut sebagai gerabah (tanah liat) digunakan dalam perlengkapan rumah tangga. Adapun cara tadisional pembuatannya sebagai berikut :
Contoh gerabah Bayat :



Contoh keramik :

1. Tanah liat dikeringkan sampai retak-retak, kemudian ditumbuk halus.
2. Serbuk tanah liat disaring menggunakan saringan kawan dan hasilnya dilarutkan dalam air.
3. Saring hasil tumbujan dengan kain kasa untuk memisahkan pasir.
4. Endapkan hasil saringan kasa dalam air (2hari) kemudian timbul air yang memisah di permukaan tanah liat.
5. Angkat dan tiriskan dalam kain tebalhingga air tertinggal dalam endapan dan tanah liat keluar.
6. Siap untuk dibentuk sesuai yang diinginkan.
7. Butsir atau dikenal pula bernama sudip adalah alat yang digunakan untuk memperhalus, membuat garis kecil dan rumit.
8. Pewarnaan dan packing.

Proses pembuatan keramik dikenal ada beberapa teknik yaiu
a. Bentuk langsung, pembentukan bertahap dari dasar sampai pada bagian-bagian terdetail konsepnya dari luar ke dalam.

b. Slep/Tempel, dengan membuat bentuk baku dan beeberapa bagian yang lebih detaill untuk ditempelkan.
 c. Pilin, dengan teknik bahan dibuat dengna bentuk tali (pola silinder) yang kemudian disusun secara silinder pula.
d. Spinner, adalah alat pemutar keramik baik manual maupun listrik.


2. KAYU
Pada media jenis ini dikenal dengn sebutan pahat ukir, kata pahat pembuatannya identik dengan pembuatan karya seni rupa Patung murni dan ukir pada karya seni rupa yang diterapkan dalam bidang mebelair dan furnaitur. Di Jawa Tengah pusat kerajinan pahat dan ukir antara lain Jepara, Serenan Klaten, dan hampir seluruh kota/kabupaten memiliki sentra industri pahat ukir meubelair. Hal ini menunjukan bahwa seni rupa terap pada kayu banyak diminati masyarakat di Jawa Tengah. Ada beberapa corak atau gaya ukir yang membedakan asal daerahnya, antara lain

1. Godong pokok ikal
2. Trubus
3. Angkup
4. Endog
5. Cula
6. Simbar
7. Benangan
8. Pecahan Garis
9. Patram

Berikut adalah macam-macam ukiran Jawa berdasarkan daerah asalnya :
(Pajajaran)

(Semarangan)
(Madura)
(Majapahit)
(Pajajaran)


10. KULIT
Adalah media seni rupa terapan yang identik dengan bahan kulit hewan baik sapi, kerbau maupun kambing. Tatah adalah teknik dalam mengukir media kulit hingga tembus. Untuk daerah Jawa Tengah (Sukoharjo, Klaten) tatah identik dengan wayang kulit. Menggunakan alat panduk, tindih, palu, mata tatah (berbagai ukuran) adapun tekniknya sampai sekarang tidak bisa dibuat dengn teknologi industri sehingga wayang kulit ini masih memiliki nilai artistik yang tinggi.
Kerajinan ukir kulit terutama ayang kulit bisa disebut sebagai kerajinan yang memadukan seni dan sejarah wayang kulit. Kenapa? Karena untuk membuat wayang kulit memang harus melalui proses belajar tidak sebentar, memutuhkan keuletan, kemauan belajar yang tinggi dan rasa memiliki kecintaan akan seluk beluk pewayangan. Wayang kulit sebagai salah satu peninggalan atau warisan leluhur dihharapkan menjadi contoh warisan yang dijaga dan dipertahankan demi kelangsungan keberadaan wayang kulit khususnya dan sebagai identitas Jawa pada umumnya.
Bentuk, model dan proses pembuatan wayang masih sederhana dan masih terjaga ketradisionalannya dalam pemrosesan dan pembuatan pola, penatahan dan sungging atau pewarnaan. Wayang kulit dalam seni kriya,pekerjaan menatah wayang kulit memerlukan konsenytrasi, ketrampilan dan rasa seni yang tinggi. Perlu diketahu tahapan-tahapan pembuatan sebuah wayang kulit meliputi penyiapan kulit yang akan digunakan sebagai bahan baku pembuatan wayang : membuat corekan yakni semacam sketsa bentuk gambar tokoh wayang yang akan dibuat, menatah wayang, menyungging wayang dan yang terakir memasang gapit.


Peralatan sebelum mulai bekerja, seorang penatah harus menyiapkan peralatan menatah, adapun jenis peralatan yang diperlukan adalah 1. Pandukan yakni landasan tatah yang terbuat dari kayu sambi, trenggulun dan kayu sawo. Batang kayu berdiameter sekitar 35-40 cm dipotong melintang. Pamdukan yang telah terlalu lama digunakan akan bopeng-bopeng sehingga permukaanya tida rata dan dapat mengganggu pekerjaan. 2. Tindih – berupa logam seberat sekitar 2,5 kg. biasanya terbuat dari kuningan. Namun, yang dari besi pun boleh. Penggunaan tindih terbuat dari kuningan, namun yang dari besi pun boleh. Penggunaan tindih ang terbuat dari timbal (timah hitam) tidak dianjurkan, karena sesungguhnya logam itu bisa meracuni tubuh manusia. Tindih gunanya untuk menekanatau memberati kulit yang sedang dtatah, sehingga kulit tidak menggeser kesana kemari bila edan dikerjakan. 3. Tatah. Paling sedikit harus ersedia 10 macam. That ini harus dipelihara dengan baik, karena merupakan alat terpenting dalam proses pekerjaan. Pemeliharaanya antara lain melumuri atau melapisi permukaanya yang tajam dengan malam batikm serta menyimpannya di tempat yang kering. Namun, daei belasan jenis tatah itu, pada dasarnya dapat dibagi atas dua golongan besar yakni tatah lantas atau atatah lugas yang mata tatahnya berupa garis lurus dan tatah kuku yang mara tatahnya berupa lengkungan. Selain itu ada pula yang disebut tatah wali yang bentuknya beda dibanding dengan bentuk tatah yang lainnya. 4. Gandhen – semacam palu besar terbuat dari kayu asem atau sawo. Gandhen yang telah terlallu lama digunakan, akan rusak, permukaan yang digunakan sebagai pemukul tatah. Bila ini terjadi biasnya bagian yang rsak itu dipotong lalu dihaluskan lagi. Namun jika rusaknya telah parah, diganti dengan gandhen baru. Sellain eralatan pokok di atas, ada beberapa peralatan tambahan berupa jangka, paku, corekan, pensil 2H, mistar, penghapus, batu asahan dll. Wayang kulit terbuat dari kulit hewa, biasanya sapi, kerbau, kambing. Kulit terlebih dahulu diproses, kemudian dibuat mal-nya sesuai jenis wayang yang akan dibuat, baru ditatah secara hati-hati oleh penatah wayang kulit.

Jenis TATAHAN
Dalam seni kriya wayang kulit purwa setidaknya ada 16 jenis tatahan. Masing-masing jenis tatahan itu diperuntukkan bagi pembuatan ornamen tertentu, pada bagian tubuh wayang tertentu pula. Berikut ini adalah jenis-jenis tatahan pada seni kriya wayang kuit purwa:
1. Tatahan tratatasan : untuk membuat pola semacam garis, baik garis lurus mapun yang melengkung lebar dan menyudut. Tatahan tratatasan hampir selalu diselang-seling dengan tatahan bubukan dengan maksud agar kulit bagian yang ditatah itu tidak mudah patah atau robek.
2. Tatahan bubukan- berupa lubang-lubang kecil berderet yang digunakan unuk membuat kesan gambar garis. Biasanya tatahan bubukan diseling dengan tatahan tratasan. Tatahan berseling antaratratasan dan bubukan ini juga disebut tatahan lajuran atau tatahan lajur.
3. Tatahan untu walang, berupa garis-garis terputus tatahan ini lebih lembut dari pada hasil tatahan tratasan. Alat uang digunakan untuk membuat tatahan untu walang adalah tatan trentenan. Di DIY dan sekitarnya, tatahan untu walang disebut dengan semut ulur.
4. Tatahan Bubuk Iring – berupa lubang-lubang yang membentuk deretan seperti huruf U. biasanya tatahan ini digunakan untuk mengerjakan bagian wayang yang disebut ulur-ulur dan uncal kencana. Tatahan ini juga sering disebut dengan bubuk ring atau bubukan iring.
5. Tatahan kawatan – yang juga disebut tatahan gubahan, biasanya digunakan untuk mengisi sumping bagian praba dan gruda mungkur.
6. Tatahan mas-masan – bentuk berupa deretan selang-seling antara titik dan koma, yang biasanya digunakan untuk mengerjakan bagian uncal kencana, sunoing, gruda mungkur, kalung dan jamang.
7. Tatahan sumbulan - yang biasanya dikombinasikan dengan tatahan mas-masan digunakan untuk mengerjakan bagian kalung, jamang, dsb.
8. Tataan intan-intanan – biasanya digunakan untuk mengisi bagian sumping berselang-seling dengan tatahan kawatan. Bentuk tatahan ini yang juga disebut tatahan intan-intanan, seperti bunga mekar, tetapi Cuma separuh. Tatahan peraga wayang kulit purwa dianggap baik dan berhasil bilamana memenehi syarat-syarat tertentu. Persyaratan itu disingkat dengan akronim Mawi Serengkuh yakni mapan, wijang, semi, resik, dan kukuh. Selain syarat itu ada lagi yang memberi syatat hampir serupa yakni : padang, wijang, ghukel, resik, semu dan wulet.

LOGAM KERIS
Keris adalah benda budatya yang khas dan memiliki fungi-fungsi tertentu. Dalam kebudayaan Jawa dan Nusantara pada umumnya, keris tidak hanya berfungsi sebagai senjata penusuk tetapi juga sering dianggap sebagai benda pusaka yang mempunyai kekuatan magis dan menjadi simbol kehormatan bagi pemakainya. Selain itu, keris juga merupakan benda sejarah yang turut mewarnai kompleksitas pejalanan sejarah nusantara. Bahkan, jika kita merujuk pada babd, sejarah lisan, cerita maupun sejarah modern. Tidak dapat ditampik bahwa keris banyak berfungsi sebagai objek kajian sejarah bahkan tak jarang menjadi determinan dalam perkembangan sejarah itu sendiri. Ada beberapa teori yang berusaha menjelaskan tentang asal-usul penggunaan keris di Nusantara. Teori yang pertama dikemukakan oleh GB Gardner dalam bukunya yang berjudul Keris and Other Malay Weapon (1936). Oleh Gardner, keris dianggap sebagai perkembangan tingkat lanjut dari jenis senjata tikam zaman prasejarah yang terbuat dari tulang ikan pari yang lazim digunakan oleh suku-suku yang tinggal di kawasan Asia dan Australia. Teori yang kedua dikeukakan oleh A.J. BARNET KEMPRES yang menyebutkan bahwa munculnya tradisi pembuatan keris di Nusantara dipengaruhi oleh kebudayaan perunggu yang berkembang di DONGSONG, Vietnam sekitar abad ke-3 M. dia menduga bahwa keris merupakan perkembangan lebih lanjut dari jenis senjata penusuk pada zaman perunggu. Senjata tikam pada zaman ini bentuknya menyerupai manusia berdiri paa gagangnya yang menyatu dengan bilahnya, namun jika merujuk pada prasasti-prasasti dan gambar-gambar pada relief candi-candi Jawa dapat diduga bahwa keris dikenal oleh masyarakat Jawa sejak abad ke 5M. pada prasasti ini dibuat sekitar tahun 500 M yang ditulis dalam huruf Pallawa menggunakan bahasa Sansekerta. Prasasti ini menyebutkan tentang adanya sebuah mata air yang bersih dan jernih, terdapat beberapa gambar yang diantaranya Trisula, kapak, sabit, kudi dan belati atau pisau yang bentuknya mirip dengan keris (Purhita). Ketranoikab mengolah logam di Jawa semakin berkembang ketika pengaruh kebudayaan India mulai masuk ke Nusantara sejak sekita abadke-5 M. pengaruh kebudayaan India tersebut dapat dilihat pada gambar-gambar yang terdapatdi relief-relief candi di Jawa, terutama candi Borobudur dan Prmbanan. Pada relief-relief tersebut gambar senjata tikam menyerupai lembaran daun-sebuah model senjata tikam ‘keris Buda’ dan dianggap sebagai prototipe senjata keris tergolong jenis keris Buda. Dapat dilihat dari bentuknya keris buda berukuran pendek, gemuk, dan agak tebal, mirip dengan senjata tikam yang berkembang di India. Relief tentang senjata menyerupai keris juga terdapat di candi-candi yang beraa di Jawa Timur, misalnya di candi Singosari (dibangun pada tahun 1300M), candi Jawi dan candi Panataran. Pada candi Singasaari terdapat relief yang menggambarkan senjata mirip keris-bentuknya masih sama dengan yang terdapat pada Borobudur dan candi Prambanan. Hanya saja, gambar belati yang ada di candi Prambanan. Di Candi Jawi juga terdapat selief dewi Durga sedang menggenggam belati yang ada di candi Jawi terlihat lebih hali, lebih terang, dari pada yang ada di candi Prambanan. Hal ini menunjukkan telah terjadi peningkatan kualitas dalam seni pembuatan keris. I candi Panataran juga terdapat relief yang menggabarkan Hanoman sedang memegag senjata yang bentuknya tidak jauh berbeda dengan yang terdapat di candi-candi lainnya (Maisey, 1998). Meskipun senjata yang disebut keris buda di atas wujud aslinya jarang bahkan sulit dijumpai, hal ini bukan berarti senjata tersebut secara nyata tidak ada. Dugaan di atas diperkuat dengan pendapat Soekiman (1983) yang mengatakan bahwa keris buda merupakan keris pertama yang prnah dibuat di Nusantara-ketika tanah Jawa berada dalam kekuasaan kerajaan Mataram kuno (Abad ke-8 sampai ke-10). Keris vuda diperkirakan peninggalan keris generasi pertama yang kelak menjadi cikal bakal lahirnya keris. Namun tepatnya-pada abad berapa dan pemerintah siapa keris buda dibuat belum diketahui secara pasti. Setelah orde kekuasaan di Jawa berpindah ke Jawa Timur, dengan berdirinya beberapa kerajaan seperti Kahuripan, Jenggalam Daha dan Singsari (abad ke-10 sampai abad ke-13), tradisi pembuatan keris sudah menunjukkan perkembangan yang mengesankan. Dari segi kualita, keris yang dibuat pada periode ini juah lebih berkualitas dibandingkan dengan masa Mataram Kuno. Pada periode ini dikenal keris dengan tangguh Jenggala. Keris yang dibuat oada zaman Jenggala terkenal dengan kualitas besinya yang bagus dan penempaan pamornya yang prima.
Setelah ketiga kerajaan di atas runtuh. Lahirlah kerajaan majapahit (Abad13-15), kerajaan terbesar yang pernah eksis di Tanah Jawa. Kerajaan Majapahit mencapai puncak kejayaan pada masa pemerintahan Hayam Wuruk dengan patihnya Gajah Mda pada tahu 1294. Pada masa kerajaan inilah diduga kebudayaan keris menyebar luas hingga ke kawasan yang sekarang ini disebut sebagai negeri tetangga seperti Malaysia, Brunei, Thailand, Filipina dan Kamboja.
Fase yang dianggap paling merepresentasikan kejayaan pembuatan keris di tanah Jawa adalah pada masa kerajaan Mataram Islam. Pada masa iniperkembangan keris berlangsung secara pesat, baik secara kualitas maupun kuantotasnya. Ada alasan pragmatis di balik permasalan pembuatan keris tersebut yaitu sebagau senjata bagi para prajurit Mataram. Pada zaman pemerintahan Sultan Agung muncul dapur-dapur baru di antaranya yang paling terkenal adalah dapur Nagasasra. Pada nassa ini juga telah dikenal budaya kitanan pada keris.
Tradisi pembuatn keris terus berlanjut pada era nom-noman yaitu setelah pecahnya Surakarta dan Yogyakarta pada tahun 1755. Pada era Pakubuwana terjadi kemajuan yang mencolok dalam penggarapan dan pemilihan bahan. Terjadi eksplorasi setetik baru yang antara lain menghasilkan sejumlah dapur, ricikan (etail yang semakin tegas dalan, rapi dan beragam. Eksperimantas pembuatan dan model pamor; stilisasi baru yang memasukkan ukuran sedikit lebih besar serta nuansa ncis dn gagah. Dari sei bahan, semakin jelas terjadi kontrol kualitas lebih ketyat atas bahan pamor dan bajanya. Meskipun secara estetik pada masa ini dianggap sebagai puncak keemasan tradisi pembuatan keris namun lambaat laun keris kehilangan peran sentralnya dalam kebudayaan Jawa, karena aspek fungsionalnya telah merosot dari senjata baik dalam arti fisik maupun spiritual menjadi sekedar perabit seremonial yang diagung-agungkan secara berlebihan. Keris adalah termasuk jenis senjata tikam sebuah benda dapat digolongkan sebagai keris bilamana benda tersebut memenuhi kriteris.
a. Panjang keris yang lazim adalah antara 33 cm sampai 38 cm. namun bilah keris luar jawa panjang bilahnya bisa mencapai 58 cm, bahkan keris buatan Filipina Selatan panjangnya ada yang mencapai 64 cm. mengenai senjata tikam menyerupai keris yang panjangnya di bawah ukur yang lazim menurut banyak ahli belum bisa dikategorikan sebagai keris tetapi keris-kerisan.
b. Material keris yang baik harus dibuat dan ditempa dari tiga macam logam, minimal dua yaitu besi, baja dan bahan pamor.keris-keris tua atau lebih tepatnya prototipe keris, misalnya keris buda, belum menggunakan pamor.
c. Pamor. 150 ragam mengandung dua pengertian. Yang pertama merujuk pada gambaran tertentu pada bilah yang berupa garis, lengkungan, lingkaran, noda, titik atau belang-belang yang tampak pada permukan bilah keris. Sedangkan yang keda merujuk pada bahan pembuatan pamor. Motif atau pola gambaran pamor terbentuk pada permukaan bulah keris karena adanya perbedaan warna dan pern\bedaan nuansa dari bahan-bahan logam yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan keris dengan teknik tempa tertentu, tetapi bukan bersenyawa dengan atau lebur dengan bahan lainnya. Karena adanya penyayatan pada permukaan bilah keris itu, gambaran pamor akan terbentuk. Teknik tempa dalam pembuatan senjata berpamor ini merupakan ketrampilan Indonesia khususnya Pulau Jawa. Bahkan seni pamor itu mungkin bisa dibilang penemuan orang Indonesia. Tidak ada bangsa lain selain indonesia yang adalam catatabn sejarah kebudayaabya mengenai seni tempa senjata berpamor sebelum abad ke-10M.
d. Bagian terdiri dari 3 bagian utama yaitu; bilah, bilah keris harus membuat sudut tertentu terhadap ganja, tidak tegak lurus; condong, leleh dan mayat. Ini adalah lambang sifat yan harus senantiasatunduk dan hormat bukan hanya pada sang pencipta, namun juga pada sesamanya. Berdasarkan filosofi ini, pendapat yang mengatakan bahwa keris ada;ah dibuat semata-mata untuk membunuh dengan sendirinya tertolak. Bagian wilahan juga dapat dibagi tiga yaitu bagian pucukan yang paling atas, awak-aawak atau tengah, dan sor-soran atau pangkal. Pada bagian sor-soran inilah ricikan keris paling banyak ditempatkan. Nama-nama rician keris ganja. Ganja adalah bagian bawah dari sebilah keris, seolah-olah merupakan alas atau dasar dari bilah keris tersebut. Pada tengah ganja, ada lubang untuk memasukkan pesi. Bagian bilah dan ganja merupakan satu-kesatuan yang tak terpisahkan. Bentuknya ganja sepintas lalu mirip dengn bentuktubuh cecak atao tokek tanpa kaki. Bagian depannya mirip kepala cicak dan disebut sirah cecak. Ujung sirah cecak, pada bagian yang agak meruncng disebut cocor. Dibelakang sirah cecak ada bagian ganja yang menyempit seperti leher lazim disebut gulu meled. Bgitu pula bagian perut dan ekor ganja, sebutannya selalu dikaitkan dengan bagian tubuh cicak. Bagian perut ganja disebut wetengan, wadhuk atau gendok sedang bagian ekor disebut buntut cecak. Lebar ganjanya antara 8,5 cm. ragam bentuk ganja ada beberapa macam, yakni ganja sebut, rontal, mbathok mengkurep, wuwung, wilut (welut, dungkul, sepang, dan kelap lintah. Ganja wuwung adalah bentuk ganja yang paling tua. Keris-keris tangguh segaluh, pejajaran dan tuban kebanyakan memakai ganja wuwung. Tepat di tengah wadhuk ada lobang bergaris tengah kira-kira 0,8 cm untuk jalan masuknya pesi keris. Pesi sering disalah ucapkan peksi adalah nama bagian ujung bawah sebua keris yang merupakan tangkai dari keris itu. Bagian inilah yang masuk ke dalam hulu. Bagi keris-keris buatan Pulau Jawa, pesi ini panjangnya antara 5-7 cm dengan penampang sekitar 5-9 mm. bentuk bulat panjang seperti pensil.
Eksoteri adalah telaah yang membahas hal-hal yyang dapat terlihat, dapat diraba, dan bisa diukur. Dalam dunia perkerisan, eksoteri keris meliputi pembicaraan masalah dapur kris, pamor keris, warangka (sarung) keris, ukiran keris (hulu) termasuk teknik pembuatan dan sejarah asal-usulnya. Bentuk bilah keris terdiri atas ratusan dapur. Dilihat dari bentuknya keris dapat dibagi menjadi dua kategori yaitu keris lurus dan keris luk (berkelok-kelok). Jumlah kelokan keris selalu merujuk pada bilangan gasal, tidak ada yang genap karena semua benda kebudayaan yang dibuat oleh manusia tidak pernah bersifat sempurna, paling banyak 29. Di Pulau Jawa, keris yang luknya limabelas atau lebih digolongkan sebagai keris kalawijan atau Palawijan. Dulu, keris kalawijan ini diberikan pada orang=orang yang eksentrik, yang terlalu pintar, yang punya kelebihan atau yang punya kekurangn. Secara harafiah untuk menilai keris dapat ditilik dari 3 pedoman yaitu tangguh berarti perkiraan. Dalam perkiraan di Pulau Jawa tangguh meliputi perkiraan gaya pembuatan. Jadi jika seseorang menyebut tanggguh Jenggala, sepuh mengenai usia atau kapan tahun pembuatannya dan wutuh. Untuk bisa membedakan dapur keris yang satu dengan lainnya orang perlu lebih dahulu memahami berbagai komponen atau rician keris. Tanpa tahu dan faham benar mengenai ricikan keris, mustahil orang bisa mengetahui atau menentukan nama dapur keris.
bagian-bagian keris :

0 comments:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.

Mengenai Saya

Foto Saya
Oemah Wayang Klaten
Lihat profil lengkapku

Chat

Art & Artist Blogs - BlogCatalog Blog Directory


Kerjasama Bareng :

Kerjasama Bareng :


Blogger templates